title : watashitachi no tokei~
author chap 3 : Namika Chikamatsu a.k.a Nakamura Tsubaki a.k.a Camui istri Kamijo yang paling gak setia! a.k.a gue!
chap : 3 / ??
genre : tergantung authornya (tentukan sendiri)
rating : 2- (baca:2 hari kurang)
disclaimer : Kamijo punya Gue! AOI MILIK YUTA ! sisanya cuci piring di rumah gue!
~HAK CIPTA DILINDUNGI TUHAN YME~
A/N : ~~
Gue yang ketiga, maap yak baru dipost, hehehe, maklum deh author chap 3nya kan wong sibuk *dikeroyok author yg laen*
ini mungkin akan jadi chappie teraneh dari chappie2 lainnya..
Tapi saya harap kalian menikmatinya~
saa~
douzo mina-san~
***
Ketika ia berdentang sebanyak empat kali, kemudian disusul dentangan kelima maka percayalah.. siapa pun yang mendengar dentangan kelima hidupnya takkan menyenangkan. Kecuali…
***
“kami duluan ya Arisa, Hazu !” Aoi dan Yuta melambaikan tangan ke arah kami, aku dan Hazu menahan tawa melihat wajah Yuta yang sepertinya sedikit kesal. Entah kenapa.
“hei, Hazu..!” terlihat lelaki ber-noseband menghampiri kami dari arah lapangan. “jadi pulang bareng?” tanyanya pada Hazu ketika ia sampai di depan kami.
“hmm.. tidak apa-apa aku pulang denganmu?” Tanya hazu malu-malu.
“tentu saja..”
“hmm.. baiklah, tunggu sebentar ya aku merapihkan tasku dulu.” Entah aku salah lihat atau hanya perasaanku saja tapi sepertinya wajah Hazu kembali memerah-tapi kali ini lebih seperti tomat-. “Haa~ sudah. O iya bagaimana denganmu, Arisa?”
“Aah, tidak apa-apa aku akan pulang bersama Teru.” aku tersenyum kecil.
“Oh baiklah kalau begitu aku duluan ya Arisa, Jaa~”
“Jaa~ Arisa. Mata ashita..” susul Rei-kun. Hazu naik dan duduk di jok belakang motor Reita dan seketika mereka menghilang dari pandanganku(gyaa~ horror)
…..
Aku duduk di bangku pinggir lapangan, menunggu seseorang.
“heeii, Arisa!” tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat kukenal memanggilku dari sudut lapangan dan sedang berlari ke arahku. Aku menoleh dan tersenyum lega.
“hai, Teru..” aku tersenyum ke arahnya. “Ayo!” aku meraih tangan Teru ketika ia sampai tepat di depanku dan bergegas jalan.
“ayo ke mana?” Teru menahan langkahnya.
“pulang kan?” tanyaku bingung. Aku menghentikan langkahku.
“Ooh itu.. hmm.. maaf ya tapi aku tidak bias pulang denganmu.” Ungkap Teru.
“loh? Kenapa?”
“aku harus mengantarkan Sherra pulang, aku sudah janji padanya sejak kemarin.”
“Ooh..”
“maaf ya..”
“tidak apa-apa.”
“baiklah, aku duluan ya, Arisa..”
Aku hanya berusaha tersenyum kecil padanya ketika ia berbalik meninggalkanku..
Jadi, sepertinya kau masih suka padanya ya? Mantan pacarmu itu?
Apa mungkin ada kesempatan untukku?
Adakah tempat untukku?
***
“ayo.”
“kemana?”
“kita belum menemukan kado untuk saudaraku.”
“o iya.. jadi, sekarang mau kemana?”
“kita ke rumahku.”
“loh katanya mau beli kado?”
“perhatikan jam tanganmu, sayang..” Kamijo langsung menarik lengan bajunya dan memperhatikan angka yang ditunjukkan jam tangannya. 09.08 p.m. “kita akan cari kadonya lain kali.”
“wah, iya kau harus pulang, ini sudah terlalu sore.” Kamijo berdiri dari kursinya dan membantu Camui bangkit dari tempat duduknya, lalu kemudian dengan sengaja ia merangkul bahu Camui. Wajah Camui memerah.
Sesampainya di rumah Camui, Kamijo memberikan satu kecupan hangat di bibir Camui dan bergegas meninggalkan kediaman kekasihnya itu. “aku pulang ya..”
“jangan lupa janjimu untuk menanyakan kepada Kai soal dia dengan Yuta ya..”
“tentu saja, jaa~ mata ne~”
***
“HAAAAH !!! aku bingung kenapa bunga-bunga ini jadi layu !!! padahal aku sudah merawatnya setiap hari !!!” omel Yuta ketika melihat bunga-bunga di taman sekolah mereka menjadi layu.
“Hei, ada apa sih? Berisik sekali kau Yuta!” gertak Hazu karena merasa terganggu dengan ‘bacot’ Yuta.
“Fyuuhh.. pagi-pagi seperti ini Yuyut sudah membuat keributan.” Celetuk Nata yang sedang sibuk dengan gambar-gambarnya.
“lihat, bunganya layu!” Yuta menunjukkan bunga-bunga yang layu itu kepada Hazu.
“Baka! Mereka itu bukannya layu, tapi memang sudah saatnya mereka mati dan berganti bunga.” Hazu menyentuh kening Yuta dengan ujung jari telunjuknya.
“oooh gitu yaa..??hehehe.” Yuta nyengir-nyengir bodoh.
“Grrr…”
“eh ngomong-ngomong aku kok belum melihat Arisa dan Camui ya hari ini?” tanya Nata tiba-tiba ketika sadar dua orang sahabatnya yang lain tidak sedang bersama mereka.
“Camui sih palingan lagi sama Kamijo. Tapi kalo Arisa aku tak tahu.” Jawab Hazu seadanya.
“Ohayou mina-san !” Camui tiba-tiba muncul dari tepi lapangan bersama Kamijo.
“Hei, tuh dia orangnya.” Gumam Hazu.
“Ckckck, kalian ini tidak sopan ya, jawab salamku dong!” Goda Camui pada teman-temannya karena tak ada yang menjawab salamnya.
“Ohayou…!!!!” Yuta, Hazu dan Nata serempak.
“hehehe. Nata, Hazu, kalian bisa ikut kami sebentar?” ajak Camui dan Kamijo.
“eh? Mau ke mana?” Tanya Hazu.
“udaahh.. ikut aja dulu..” ajak Kamijo.
“heh? Kalian mau ke mana? Kok aku gak diajak???!!” Tanya Yuta.
“ada deh..” jawab Camui.
“eh, aku sama siapa dong? Masa sendirian?” rengek Yuta.
“aku akan menemanimu..” tiba-tiba Aoi muncul dari belakang bahu Yuta. Yuta tersentak kaget.
“ehh, kebetulan ada kau, tolong temani Yuta ya.” Pinta Kamijo pada Aoi.
“Tenang saja, Yuta akan bersamaku.. ya kan Yuta?” Aoi merangkul erat bahu Yuta dan mengajaknya melanjutkan aktivitasnya.
“eh? Mmm.. terimakasih ya..” Yuta masih bingung dengan kedatangan Aoi yang tiba-tiba itu.
“Yasudah kami tinggal dulu ya, Yuta, Aoi..” ucap Camui dan yang lainnya.
“Daah..” balas Aoi. “Kau sedang apa Yuu?” dia megalihkan pandangannya dari Kamijo dkk dan menanyakan hal yang sebenarnya sudah nyata di depan matanya.
“bukankah kau bisa melihatnya?” jawab Yuta agak ketus(laaah itu mah nanya). Yuta melepaskan rangkulan Aoi dan melanjutkan menyiram bunga potnya..
“hehe yaaah, aku melihatnya..”
TENNGG~~!!
“hei, kau dengar suara itu Yuta?” Tanya Aio ketika mendengarkan suara dentangan yang sangat memekakkan telinga itu.
“Ya, bukankah itu bunyi jam tua rongsokan itu?” jawab Yuta santai sambil terus menyiram bunga potnya.
TENNGG~~!!
“Hei, jam itu berbunyi lagi,Yuta. Kau bisa mendengarnya?”
“Yaa lalu apa hubungannya denganku?” Yuta masih berusaha untuk tidak peduli dengan apa yang didengarnya itu.
TENNGG~~!!
“barusan yang ketiga. Kau tau legendanya kan Yuta?”
“Yaa aku tidak percaya itu.”
“satu dentangan lagi..”
TENNGG~~!!
……………
***
“Ada apa sih kalian mengajak kami ke sini? Lalu kenapa Yuta tidak diajak?” Tanya Nata ketika kami sampai di belakang sekolah
“ssst, aku ingin bertanya pada kalian, apakah kalian tahu tentang legenda ‘dentangan kelima’?” Tanya Kamijo to the point.
“dentangan kelima? Memangnya ada apa?” jawab sekaligus Tanya Hazu.
“ya, aku tahu. Ada apa memangnya dengan legenda itu?” sela Nata.
“kalau begitu, katakan apa yang akan terjadi jika seseorang mendengar dentangan kelima?” Kamijo kembali bertanya tanpa menjawab pertanyaan Hazu dan Nata.
“kenapa kalian ingin tahu?” Tanya Nata kemudian.
“katakan saja apa yang akan terjadi..” Camui menyela.
“dua orang yang mendengar dentangan kelima, hidup mereka tidak akan tenang dan mereka tidak ditakdirkan untuk bersama, tapi selama hidupnya mereka akan diselimuti dengan kegelisahan karena hubungan mereka.”
“apa? Jadi…” Camui dan Kamijo terdiam.
“memangnya ada apa sih? Memangnya ada yang mendengar dentangan kelima itu? Setahuku, tidak ada yang pernah mendengarnya selama beratus-ratus tahun silam.” Hazu terdengar sedikit panik.
“Teman kita..”
“apa ada cara untuk mengubah nasib buruk itu?”
***
*Arisa POV*
Mengetahui akan hal itu bukanlah yang aku harapkan..
Yang aku ingin saat ini hanyalah mendengar empat dentangan jam tua itu bersamamu..
Tapi jika itu bukan takdirku, aku akan berusaha semampuku untuk menerimanya..
“hei!” seketika pria imut itu membangunkan lamunanku.
“hai Teru.” Aku tersenyum ke arahnya.
“sedang apa kau sendirian di sini? Mana teman-temanmu yang lain?” tanyanya kemudian.
“haa~ tidak apa-apa. Hanya sedang ingin sendiri..”
“wah? Apakah aku mengganggumu, Arisa?”
“Aah, tidak kok, sepertinya sendiriannya sudah cukup. Hehe” gadis manis itu tersenyum malu-malu.
“oh, sebenarnya kalau kau bilang aku mengganggumu, aku akan tetap meminta padamu agar kau mau kuganggu. Bagaimana?” Teru melemparkan senyum termanisnya kepada Arisa. Wajah Arisa kini berubah memerah menjadi udang bakar asam-pedas(jaahh laper dah authornya).
“hehehe. Baiklah, kau boleh menggangguku.”
“hehehe.” Sesaat mereka sunyi dalam diam.
“Eh,” Arisa dan Teru memulai pembicaraan bersamaan.
“Ah silahkan kau duluan.” Ucap Teru.
“tidak, kau saja yang duluan.” Balasku
“Hmm, begini, aku mau minta maaf tentang yang kemarin sore.”
“Ohh itu.. tidak apa-apa kok. Aku mengerti, lagipula kita bisa pulang bareng lain kali kan?”
“Sebenarnya… mungkin sedikit sulit untuk kita bisa pulang bersama…”
“kenapa?”
“karena mungkin setiap hari aku akan menemani Sherra..” jujur Teru, nada suaranya terdengar agak sedih..
“Ooh… begitu… baiklah…” aku tertunduk.
“kau tidak apa-apa kan, Arisa?”
“tentu saja tidak, Teru..” jawabku berusaha terdengar biasa saja. “boleh aku bertanya?” lanjutku.
“tentu..”
“apakah kau.. masih menyukai Sherra, Teru?”
“apa? Kenapa kau berpikir seperti itu?”
“aku hanya bertanya, Teru. Jawablah..”
“entahlah, kemarin ia meminta agar hubungan kami bisa seperti dulu..”
“lalu?”
“aku tidak bisa menolaknya..”
“tapi kenapa kau berpikiran ingin menolaknya?”
“aku menyukai orang lain..”
“lalu? Sekarang kalian jadian?”
“iya..”
“kenapa?”
“karena orang yang kusukai saat ini, aku tidak tahu bagaimana perasaannya padaku..”
“kenapa kau tak coba bertanya padanya?”
“sebelum aku sempat menanyakan itu, Sherra kembali..”
“lalu mengapa kau tidak bisa menolak Sherra?”
“entahlah, mungkin karena dulu aku mendengarkan dentangan legenda jam tua sekolah kita ini bersamanya. Namun tak ada yang tahu akan hal itu. Jadi mereka berpikir aku dan Sherra benar-benar tidak dipertemukan oleh jam itu.”
“ooh, jadi begitu.. Kau percaya legenda itu, Teru?”
“hah, Tidak..”
*****
Tamatkah? *niru arisa*
Hanya orang bodoh yang beranggapan seperti itu.. haha
Noh chap 3nya~!!
GEJE mampus dah.. mangap dah yak…
Maklum dah yang nulis penulis gadungan.
Untuk yang selanjutnya ditunggu chap 4nya!
NB : makin memanas ih… hihihihi ayoo author2 selanjutnya! Bikin konflik yang lebih mantab yaaahh~
Mohon kritik dan sarannya yuaaaahh~~ haha=_=”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar