Rabu, 15 September 2010

Fanfiction = Watashitachi No Tokei = #4

Watashi Tachi No Tokei

author chap 4 : Arisa Yumi Marshella Elvina P. Lawliet Strife Kouyou Camui Vi Britannia Ebina Nakamura... (sweatdrop)
chap : 4 / ??

genre : horror... Ya enggak lah!!

rating : 50% (apa ini maksudnya?? diskon??)

disclaimer : Teru dan Uruha milik gue, SUJK milik gue, Gigaflare peliharaan gue, AOI MILIK YUTA. Yang lain lap debu sepatuku!! *digampar*


~HAK CIPTA DILINDUNGI TUHAN YME~


A/N : ~~
Ahem... Chappie empat chappie empat... Hayo siapa yang mau beli? Matang diluar, beku didalam... Silahkan beli sebelum kehabisan,.... *digampar karna oot*

Oke.. Nikmatilah ya ha ha ha ha...


= = =


*Yuta’s POV*

Ya, begitu jam tua itu berdentang empat kali dan kau mendengarnya bersama seseorang maka ialah cinta sejatimu. Dan aku mendengarnya saat ini. Bersama seseorang yang… Tidak!! Aku berharap ini mimpi! Tuhan, bangunkan aku dari mimpi –mimpi- buruk ini!

“Yuta”

Tidak. Aku tak mendengar apa-apa. Aku tak mendengar bunyi jam tua rusak itu!

“Yuta.” Panggil Aoi. Dan aku harus kembali ke dunia nyata –yang kuharap ini mimpi-. Kutatap lelaki aneh yang seperti ikan mujaer *XP* itu.

“Apa?” tanyaku ketus.

“Mmm…” Aoi terdiam dan mengalihkan pandangannya dariku.

“Apa?” ulangku.

“Tidak. Lupakan saja.” Aoi kemudian melangkah pergi. Ah, orang yang aneh. Kuharap ini pertanda bahwa Aoi bukanlah cinta sejatiku.

= =

*Arisa’s POV*

Aku menatap lelaki imut yang duduk di sampingku heran. “Mengapa begitu?”

“Ah…” Teru menggaruk-garuk kepalanya. “Itu kurasa karena… Ngg… Entahlah. Hehe…” Teru tertawa. Manis sekali… >///<

“Aneh.” Ucapku sambil tersenyum kecil.

“Bagaimana denganmu? Kau percaya legenda itu?” Teru balas bertanya.

“Ah… Tidak.” Ucapku.

“Mengapa?”

“Itu…” aku sengaja menggantungkan kalimatku. Dapat kulihat dengan jelas tatapan Teru yang penuh rasa ingin tahu. Ya, akan kubalas dia. “Entahlah.”

“Ah! Sama saja.” Teru terlihat cemberut. Kami berdua kemudian terdiam sejenak.

Teng teng teng teng, teng teng teng teng~

“Ah sudah masuk.” Aku bangkit berdiri.

“Eh tapi… tapi aku…” Teru juga bangkit berdiri.

“Berjuanglah.” Aku tersenyum kepada Teru.

“Eh? Apanya?” tanya Teru bingung.

“Atletik untuk festival olahraganya dan… semuanya.” Aku berbalik badan dan berjalan meninggalkan taman bunga ini. Tempat favoritku ini.

Teru. Kau kini menjadi milik Sherra lagi dan hatimu milik orang lain, entah siapa orang itu. Lalu, apakah hati dan dirimu bisa menjadi milikku?

= =

*Rena’s POV*


“Teman kita? Memang siapa yang mendengar dentangan kelima itu?” tanyaku kepada Camui dan Kamijo. Wajah kedua orang itu terlihat sangat khawatir.

“Itu…” Camui menggaruk-garuk kepalanya yang kurasa tak gatal.

“Apa harus kami katakan?” tanya Kamijo polos.

“Tidak!! Tentu saja harus!” seru Hazu tak sabar. “Siapa?”

“Ee…to…” Kamijo menatap Camui. Mereka berdua tampak bingung.

“Tak perlu ada rahasia di antara kita bukan?” ucapku.

“Yuta.” Ucap Camui.

Aku dan Hazu terdiam. Kami menatap kedua orang itu dengan serius. “Dengan siapa?” tanya Hazu.

“Jangan-jangan…” gumamku.

“Dengan Kai.” Ucap Kamijo.

“Mengapa bisa begitu? Lalu kapan? Kok ia tak cerita apa-apa kepada kita?” tanyaku.

“Entahlah.” Camui mengangkat bahunya.

“Lalu bagaimana kau bisa tahu?” tanya Hazu.

“Aku mendengarnya dari Kamijo.” Ucap Camui. Aku dan Hazu langsung menatap Kamijo.

“Aku juga tahu dari Kai.” Ujar Kamijo.

“Dentangan kelima? Itu mimpi saja mungkin.” Ucapku.

“Hmm…”

= = =

Aku terduduk diam di kelasku. Memandang ke jendela dan tanpa sadar tengah memperhatikan dedaunan yang berwarna jingga kemerahan. Ya, inilah musim gugur.

“Rena.”

Saaa…. Angin berhembus. Dan dahan-dahan pepohonan itu melambai-lambai dengan anggun. Kemudian daun-daun momiji melayang terbawa angin.

“Rena.”

Ada yang memanggilku kah? Ah… Mungkin itu hanya ilusiku.

“Hei Rena!” Arisa mendorong kursiku. Bruk. Entah bagaimana, kini aku membentur meja yang berada di hadapanku. Kini aku kembali ke alam sadarku.

“Ada apa?” aku berbalik badan menatap Arisa.

“Itu.” Arisa melirik sesuatu di belakangku.

Aku mendapat firasat yang kurang enak. Kubalik badanku dan menatap ke arah yang dimaksud Arisa. Glek. Seorang perempuan tinggi berkacamata dan berkulit putih menatapku. Ia tengah memegang sebuah penghapusan. Bletak!!

“Sakit…” aku mengusap-usap dahiku yang terkena serangan penghapus melayang.

“Bisa kau keluar jika tak ingin mengikuti pelajaranku?” tanya Y Sensei. *nama disensor*

“Eh?” aku bingung dan harus terdiam untuk berpikir sejenak dan mencerna kata-kata itu.

“Kau bisa mengerti bahasa manusia? Keluar jika tak ingin mengikuti pelajaranku.” Ucap Y Sensei.

“Keluar?” aku menunjuk pintu kelas.

“Ya. Keluar!” ucapnya.

“Aha!! Kurasa itu ide bagus!” dengan santai aku berjalan keluar kelas. Kebetulan sekali. Aku ingin mencari ion. Ion… Inaru adalah Ion-ku…

Aku berjalan di koridor sekolah yang sepi. Tak ada murid yang lalu lalang. Tumben sekali tak ada yang bolos hari ini.

Inaru dimana ya?

Aku berbelok di sebuah lorong. Kemudian aku melihat seorang lelaki dan seorang perempuan berparas cantik dan bertubuh langsing. Lelaki itu tengah memeluk sang gadis dan tengah mendekatkan bibirnya kepada gadis itu.

Tep. Aku melangkah mundur.

Kuharap ini mimpi..

Tidak.

Ini pasti mimpi.

Aku berbalik badan dan berlari. Entah kemana. Yang jelas bukan di tempat ini.

= = =

Aku berhenti melangkah begitu tiba di kebun mawar. Ini tempat kesukaan Arisa. Ada seorang lelaki duduk di tempat ini. Ruki?

“Hei Ruki. Sedang apa kau?” tanyaku.

“Eh… Ah… Tidak…” Ruki tersenyum. Aku duduk di sampingnya. “Kau sendiri sedang apa?”

“Bolos.” Ucapku.

“Nakal ya.” Ucap Ruki.

“Hahahaha..” ucapku. Aku terdiam. Menatap bunga-bunga mawar di hadapanku. Kemudian tanpa sadar, setetes air mata mengalir membasahi pipiku.

“Eh?! Hei… Lho!! Aduh… Hei… Kenapa??” Ruki panik melihatku menangis.

“Tidak… Tidak..” aku menggeleng dan menutup wajahku dengan kedua tanganku. Astaga, aku menangis.

“Kalau ada apa-apa, cerita saja.” Ucap Ruki. “Tapi kalau tak mau ya… ya sudah…”

Aku terdiam menatapnya. Dan aku memeluk tubuh mungil Ruki. Aku membiarkan air mataku jatuh membasahi kemejanya. Ia mengusap-usap rambutku. Aku terdiam sejenak.

“Gomen!! Gak sengaja!!” aku melepas pelukanku pada Ruki begitu sadar dengan apa yang kulakukan.

“Tak apa.” Ruki tersenyum.

“Gomen!!” ucapku lagi. Kami terdiam. Ini karena aku salah tingkah jadi bingung mau bagaimana.

Hening~

“Ano…” ucap Ruki memulai pembicaraan.

“Hai?” tanya ku.

“Kau ada masalah dengan Inaru?” tanya Ruki.

“Itu… Hehehe… Tidak kok.” Ucapku berbohong.

“Ooh…” Ruki terdiam. Ia mengerutkan dahinya. Berpikir. Mungkin ia pikir aku bohong. Tapi memang iya sih. Dan dia terlihat curiga.

“Sudahlah. Lupakan saja mengapa aku bisa menangis seperti itu. Hehe…” Ujarku sambil tertawa kecil.

“Rasanya sulit untuk dilupakan. Hal menarik sih.” Ucap Ruki.

“Heee~?”

“Tenang, tak akan kuumbar-umbar.” Kata Ruki. Aku tersenyum lega.

“Hei… Rena~!!” seseorang memelukku dari belakang. Aku dan Ruki menatap orang itu. Inaru.

“Inaru!!” ucapku kaget. Jantungku langsung berdebar-debar. Aaaa!! Gawat!!

“Sedang apa kau disini?” tanya Inaru sambil tersenyum. Wajahnya kurang dari sejengkal dengan wajahku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat. Kurasa wajahku sudah memerah kali ini.

“Ia hanya berbolos-bolos ria.” Jawab Ruki. “Kebetulan ia sedang mencarimu.” Kemudian ia bangkit berdiri. “Aku duluan ya.” Ia tersenyum dan melambaikan tangannya kepada kami.

Aku menatap mata Ruki. Ia tengah menatap ke arah Inaru dengan tatapan yang agak aneh. Seperti tidak suka. Ah… Mungkin itu hanya perasaanku saja.

= =

*Hazu’s POV*


“Itadakimasu!!” ucapku. Kemudian disusul Camui dan Yuta. Sementara Arisa mengucapkannya dengan pelan dan agak berbisik. Entah ada apa dengannya sehingga terlihat lesu sekali.

“Okonomiyakinya tumben enak.” Ujar Camui.

“Lha memang biasanya tak enak?” tanya Yuta.

“Enak.” Jawab Camui.

“Lha?” Yuta terlihat bingung.

Bruk. Tep tep tep. Seorang lelaki bernosetrap berjalan ke arah kami. Siapa lagi kalau bukan Reita? Hanya dia orang yang berdandan senyentrik itu. Si noseless.

“Haus~” Reita menghampiriku dan langsung mengambil minumanku. Ia meminumnya dengan seenaknya. Aku hanya menatapnya dengan ekspresi kaget.

“Arigachu..” Reita mengecup pipiku tiba-tiba.

Aku terdiam. Bingung. Ada apa dengan makhluk aneh satu ini??

Camui dan Yuta serta Arisa menatap kami berdua dengan tatapan heran. Hei! Jangankan kalian, aku saja heran.

“Aku pergi dulu ya.” Ucap Reita. Dengan cepat lelaki noseless itu menghilang dari pandangan kami. (bukan lenyap!!)

“Ada hubungan apa antara kau dan Reita?” tanya Yuta.

“Tidak ada apa-apa.” Gelengku.

“Sungguh? Tapi…” ucap Camui curiga.

“Tapi apa? Sudahlah, tak penting. Lebih baik makan.” Ucapku mengalihkan pembicaraan.

= =

Pulang sekolah,

Aku terdiam di kantin. Malas sekali pulang hari ini. Padahal nanti ada bimbel. Ah, peduli amat dengan itu! Aku ingin refreshing sekali-kali.

“Masaza San.” Seorang lelaki duduk di sampingku tiba-tiba sambil membawakan sebuah ubi bakar padaku. “Buatanku lho… Tadi buat bersama anggota atletik yang lain.” Ujarnya sambil memamerkan sebuah senyum yang begitu mempesona.

“Hah? Ubi bakar?” ucapku bingung.

“Ya, Ubi bakar. Ini. Mumpung masih hangat.” Ucap si lelaki tak berhidung itu, Reita.

“A… arigatou.” Aku tersenyum sambil mengambil ubi bakar itu. Aku mengamati ubi bakar ini. Astaga. Reita…

“Ada apa? Kenapa tak kau makan?” tanya Reita.

“Ngg… Tidak.” Aku menggeleng.

“Tidak beracun kok.” Ucap Reita.

“Hehehe… Aku mengerti.” Ucapku.

“Lalu mengapa?” tanya Reita.

“Tidak…” aku menggelengkan kepalaku sambil terus memusatkan perhatianku kepada si ubi bakar hangat ini. Kau tahu mengapa aku segan memakan ubi bakar ini?? Ini karena ubi bakar ini pemberianmu!! Ah!! Dasar bodoh!!

Aku akhirnya memakan ubi bakar itu. Hmm… Manis. Enak juga.

“Bagaimana?” tanya Reita.

“Ng… E… enak…” ucapku agak gugup. Sial. Kurasa wajahku sudah memerah kali ini.

“Kau sendiri?” tanya Reita.

“Ya. Ada sesuatu yang ingin kupikirkan.” Ucapku.

“Heh?” Reita menatapku bingung. Kurasa kata-kataku cukup membingungkan. “Tentang apa?”

“Tentang dentangan ke lima.” Ucapku.

“Eh…? oh…”

“Kau tahu tentang legenda itu?”

“Tidak. Tapi aku tahu ada yang pernah mendengar dentangan kelima itu.” Ucap Reita. Kemudian ia tak melanjutkan kalimatnya. Aku hanya terdiam menatap Reita. Menantikan ia memberi tahuku tentang orang itu.

“Kai yang mendengarnya.” Ucap Reita.

“Oh. Memang benar ya, siapapun yang mendengar dentangan ke lima hidupnya tidak akan bahagia?” tanyaku.

“Entahlah. Tapi ada yang bilang begitu.” Ucap Reita.

“Adakah cara untuk mengubah nasib buruk itu?” tanyaku.

“Kurasa ada. Tapi aku tak tahu apa.” Ucap Reita.

Teng….

“Ngg? Bunyi itu?” tanya ku.

Teng….

“Jam Tua kuno itu?” ucap Reita.

Teng…

“Kau mendengarnya?” ucapku.

Teng…

= =


Aku benci Reita!!


= =

*Camui’s POV*


“Akhirnya ketemu juga kado yang pas!” seruku senang sambil memegang bungkusan kotak persegi kecil di tanganku.

“Syukurlah. Dan kita masih punya waktu cukup panjang untuk bersenang-senang.” Kamijo merangkulku mesra.

“Heh? Bersenang-senang?” tanyaku bingung sambil menatap Kamijo.

“Aku hanya bercanda.” Kamijo tersenyum. “Mau makan?”

“Tidak. Aku ingin langsung ke rumah saja.” Ucapku.

Kruuyuuk~! Ah! Sial!! Mengapa saat begini cacing-cacing bodoh di perutku malah nge-metal?!

“Kita makan dulu.” Kamijo menarik tanganku lembut mengikutinya.

“Eh… tapi… tapi…” aku berusaha menolak.

“Kalau kau tak mau, kubawa kau ke kamarku.” Kamijo tersenyum menggoda.

“Tidak!! Belum waktunya!!” aku berhenti melangkah.

“Hahahaha…” Kamijo tertawa puas. Akhirnya kami menuju ke salah satu restoran yang paling dekat.

Kami duduk di salah satu tempat duduk yang paling ujung. Karena disana tempatnya nyaman dan ya… enak pokoknya.

Kami berdua memesan makanan sambil terus berbincang-bincang. Tentu saja topik pembicaraan kali ini masih soal dentangan ke lima.

“Huaaa~ng!!” tiba-tiba terdengar suara aneh.

“Suara apa itu?” tanyaku.

“Aku lapar…” seorang lelaki tak berhidung tiba-tiba ada di bawa kolong meja.

“Sejak kapan kau disitu?” tanya Kamijo dengan ekpresi wajah yang tenang.

“Aku lapar…” ucap Reita.

“Ya sudah, ayo ikut saja makan.” Tawarku. Reita langsung duduk di samping Kamijo dan melahap makanannya.

*sweatdrop*

“Astaga! Ternyata kau disini Reita!” seorang lelaki boncel *digampar* menghampiri kami. Ruki.

“Kebetulan. Kita makan bareng ya! Kamijo, kau traktir.” Ucap Ruki seenaknya sambil duduk di sampingku. Ia mengambil menu, kemudian memanggil pelayan dan memesan makanan. Reita bahkan ikut-ikutan.

*sweatdrop*

“Huee…” tiba-tiba Reita mewek.

*sweatdrop*

“Ada apa?” tanya Kamijo.

“Hazu marah padaku.” Ucap Reita.

“Kenapa?” tanyaku bingung. Bukannya Hazu menyukai Reita ya?

”Entahlah. Aku tak mengerti. Sedari tadi ia tak mau bicara padaku.” Ucap Reita.

“Mungkin tanpa sadar kau menyinggung perasaannya.” Tebakku.

“Kurasa tidak.” Ucap Reita.

“Lalu mengapa bisa begitu?” tanya Kamijo.

“Aku bingung.” Ucap Reita. “Padahal tadi…. Ups…”

“Tadi kenapa?” tanyaku, Kamijo dan Ruki serentak.

“Tidak. Aku hanya memberinya ubi bakar.” Ucap Reita. Ah.. Pasti dia berbohong…! Sudahlah biarkan saja kalau memang Reita tak ingin cerita. Tapi aku penasaran!!!

“Pokoknya, ia tak mau ku antar pulang dan berkata ‘Aku membencimu’.” Ucap Reita.

“Aneh bukan?” tanya Ruki. “Dan lagi, hari ini Aoi jadi aneh.”

“Aneh? Aoi? Bukankah dia sudah aneh sejak dulu?” tanya Kamijo.

“Aku tahu itu. Tapi kali ini ia lebih aneh daripada biasanya.” Ucap Ruki. “Dia jadi sering berteriak-teriak tak jelas sambil membawa-bawa pom pom.

“Apa dia ingin menjadi cheerleader?” tanya Kamijo.

“Kurasa begitu.” Ucap Reita.

“Aduh… Banyak sekali sih yang aneh-aneh.” Keluhku.


= =

*Yuta’s POV*

Pagi dunia~! Kali ini aku harus berangkat ke sekolah lebih pagi. Kenapa? Karena jika aku datang lebih siang seperti biasanya, aku akan berpapasan dengan Aoi. Dan aku tak menyukainya. Lagipula, Kai selalu datang pagi.

Aku memasuki ruang kelasku yang masih sepi dan agak gelap. Ctek. Kunyalakan lampunya. Ternyata kalau pagi-pagi, agak horror juga ya di kelas itu. Terlebih sendirian begini.

Sreet. Kai membuka pintu kelas. Ia duduk di bangkunya yang berjarak dua bangku dari tempat dudukku.

“O… ohayou…” sapaku sambil tersenyum padanya.

“Hmm.” Ucap Kai.

Kami berdua terdiam dalam keheningan yang menyesakkan. Cukup lama hingga akhirnya aku angkat suara.

“Kau marah padaku?” tanyaku pada Kai.

“…” Kai diam saja tak menjawab.

“Kai?” panggilku. Aku melirik ke arah Kai yang sedang duduk terdiam. Karena agak kesal, kuhampiri dia.

“Hah?!” aku kaget. Ternyata Kai sedang tertidur pulas dengan posisi terduduk. Astaga… Pantas saja ia tak menjawab pertanyaanku. Ah.. sudahlah…

Aku berjalan keluar meninggalkan kelasku. Rasanya pipiku sudah memanas jika dekat-dekat dengan Kai. Gawat….

=
*Author’s POV*

Yuta berjalan keluar kelas. Tanpa ia ketahui, Kai perlahan membuka matanya. Sebenarnya ia tak tertidur. Kai menatap ke arah pintu masuk kelas dengan tatapan yang menyiratkan kesedihan…

=

*Yuta’s POV*


Bel masuk sudah berbunyi. Sudah saatnya kembali ke kelas. Ternyata udara pagi hari di atap sekolah itu memang menyenangkan.

Aku masuk ke dalam kelasku yang sudah ramai. Hanya tinggal 2 orang lagi yang belum datang. Dan salah satunya adalah Aoi. Kuharap ia memang tidak masuk sekolah hari ini. Jujur saja, aku masih tak ingin mengingat insiden kemarin.

Kutatap ke arah Hazu yang sedang melamun di tempat duduknya. Ada apa? Kemudian aku menghampiri Camui dan Arisa yang tengah mengobrol bersama.

“Hazu kenapa?” tanyaku.

“Entahlah. Sejak ia datang wajahnya begitu..” ucap Camui. “Aku rasa lebih baik saat ini membiarkannya begitu.”

“Setuju.” Ucapku.

Aku menatap ke arah Kai. Ia sedang berbicara serius dengan Reita, Ruki dan Uruha. Kamijo dan Teru tumben sekali tidak bersama mereka. Aoi? Ah peduli apa aku dengan mujaer itu!!

Kemudian terdengar suara kasak-kusuk dari kerumunan gadis-gadis yang duduk di barisan sebelahku. Mereka membicarakan si mujaer asempahitsepetasin itu.

“Kata pangeran Uru, pangeran Aoi hari ini aneh sekali lho~!!” ucap seorang gadis dengan dandanan ala Gals.

“Iya, Aoi-sama juga katanya jadi sering gak bareng yang lain…” ucap seorang gadis lainnya yang berambut pirang (dicat tentunya).

Y Sensei masuk ke kelas. Ia mulai berkoar-koar di depan kelas -dan aku malas mendengarkan- mengenai pelajarannya yang tak kumengerti sama sekali.

Aku menghabiskan waktu membosankan ini dengan ‘melamun’. Melamunkan hal yang kemarin itu… >///<

“YUTA~!!!” teriak seseorang.

“Iya hadir!!” aku langsung bangkit berdiri karena kaget.

“Siapa yang memanggilmu?!” teriak Y Sensei.

“Oh… Kupikir sensei…” ucapku.

“YUTA~!!” teriak seseorang itu. Arahnya dari luar. Kurasa, aku tahu siapa orang yang memanggilku.

Murid-murid seisi kelas dan bahkan Y Sensei langsung menghampiri jendela yang menghadap ke lapangan. ASTAGA!!!!!

“YUTA~!! BISA KAU MENDENGARKU?!” teriak seseorang yang –yaiks oh mai goat~!!- dari arah lapangan. Seorang lelaki ber-piercing di bibirnya, memakai pakaian cheerleader warna biru muda dan pink, dengan rok sepaha, rambut dikuncir dua, kaus kaki belang-belang pink – biru muda, sepatu berwarna biru muda dengan tali warna pink, memegang pom pom warna pink. AOI?!!!!!!

“Music start~!!” ucap Aoi. Kemudian sebuah melodi terdengar. Melodi yang biasa digunakan untuk cheers. Aoi mulai menari-nari dengan cepat.

“Give me Y~!! Give me U~!! Give me T~!! Give me A~!! Give me YUTA~!!!” teriak Aoi.

Wajahku memanas, sudah seperti kepiting rebus mungkin. Seisi kelas menatapku. Aku berlari keluar kelas, menuju tempat si bodoh itu. Kurasa, Hazu-Arisa-Camui-Rena serta pangeran-pangeran sekolah ini mengikutiku menuju arah yang sama. Lapangan sekolah.

Begitu sampai, Aoi masih berteriak-teriak semangat.

“Aoi~!!” teriakku.

Aoi menghentikan tariannya. Ia menatapku. Dapat kulihat wajahnya yang memerah. Hmm… kalau dipikir-pikir, ternyata ia manis juga.

“Kau kenapa?” tanyaku sembari menghampirinya.

“Aku… aku tak tahu.” Ucap Aoi.

“Kau gila?” tanyaku.

“Kurasa begitu.” Ucap Aoi jujur.

“Yah, kau memang sudah gila. Tapi kenapa harus melibatkanku dalam kegilaanmu?” tanyaku.

“Karena kau yang membuatku gila.” Ucap Aoi.

Deg… Kenapa jantungku berdebar-debar hanya karena si mujaer amisasempahitsepetasin ini??

“Aku tergila-gila padamu Yuta.” Ucap Aoi.

“Eeer…. Lalu?” tanyaku.

“Maukah kau menjadi kekasihku?” tanya Aoi.

“TERIMA!! TERIMA!! TERIMA!!” ucap orang-orang di sekelilingku. Semuanya dari sahabat-sahabatku, para pangeran dan bahkan petugas kebersihan dan satpam!! Ini mengingatkanku dengan jaman-jaman di sekolah dasar.

Aku bingung dan menggaruk-garuk kepalaku yang gatal sebagai wujud kebingunganku.

Apakah aku….?

Deg… deg… deg…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar