Rabu, 15 September 2010

Fanfiction (keroyokan) = Watashitachi no Tokei = #10

Watashi Tachi No Tokei

author chap 10 : Hazu 'uechan' Masaza

chap : 10 / 10

genre : gado-gado + rujak minumnya es jeruk XDDD

rating : ra(n)ting? XDDD amaannn amaannn saja bagi yang suka kenarsisan xp~

disclaimer : "terkadang berharap itu lebih baik di dalam kerealitaan" apa coba maksud manusia geje satu ini?


~HAK CIPTA DILINDUNGI TUHAN YME~


A/N : chapter 10~ ohohohooo~ serial akhir dari fic keroyokan pertama saya bersama teman-teman saya. hanya ingin berpesan terima kasih pada kalian-kalian author chapter sebelum2nya yg telah menginspirasi saya untuk membuat ide gila di fic chapie terakhir ini. maaf ya keliatannya geje abiss~. ada kenikmatan sendiri sih sewaktu membuat chapie ini~ XDDD

saa~
douzo minna~ happy reading~ ^^



=========== = =


[Watashitachi no Tokei 10]

Camui’s POV

Kenangan yang terbuang nan terlupakan…

Bodoh sekali aku bisa melupakan ini semua…

----------------------------------------------

Musim semi, tahun pertama di Sakura Gakuen…

“hei coba lihat bentuk awan itu, mirip sebuah ikan ya?”

“heh? Itukan mirip sama kayak anak kucing, masa seperti ikan?”

“kucing? Kau ini, sepertinya matamu perlu diperiksa. Itu tuh ikan, camui!” nada yang tidak mau mengalah keluar dari bibir ruki.

“mestinya kau yang periksa mata ruki, jelas-jelas itu kucing!! >3<” dan camui sepertinya malah makin tambah tidak mau mengalah.

“kalian ini, masa bentuk awan dipersoalkan panjang lebar?” tanya kamijo yang duduk di tengah mereka berdua.

“kedua telingaku terasa pengang”

“biarkan saja, itukan telinga mu, huh” ruki membuang muka ke samping.

“yee~ ngambek. Dasar manja” cibir camui.

“biarin, week”

“kalian ini, kita sudah di SMA lho, kalian ini masih seperti anak SD saja.” Kamijo hanya tertawa kecil melihat tingkah laku kedua teman barunya itu.

Ya.

Camui dan ruki adalah teman yang baru ditemui oleh kamijo saat SMA ini. Dan keberuntungan lainnya, mereka bertiga sekelas untuk tahun pertama mereka.

“biarkan saja dia, dia memang anak kecil kok. Lihat saja tinggi tubuhnya. Seperti anak SD yang tersesat di sekolah menengah atas saja.” Pernyataan tadi mendapat reaksi keras dari ruki.

“Camui!!”

“sudah-sudah. Camui kau tidak boleh seperti itu pada ruki. Dia kan sudah menjadi temanmu sejak SMP.” Mungkin jika tidak ada kamijo-yang bersifat dewasa-mungkin mereka berdua sudah saling bunuh-bunuhan kali.

“terus apa hubungannya? Mau dia teman SMA atau SMP kek, aku tidak peduli kok” camui bersikap dingin untuk kesekian kalinya.

“…..” tapi entah kenapa, kali ini ruki tidak ingin membalas pernyataan camui tadi. Ia hanya tertunduk lemas seperti orang yang kelelahan. Dan salah satu tangannya mengelus tengkuk mungilnya.

“baiklah-baiklah, aku akan beli minuman dulu untuk mencairkan suasana. Sebaiknya kalian tetap bersikap manis seperti ini saat kutinggal.” Itu adalah pesan kamijo sebelum meninggal kan camui dan ruki berdua di taman milik sekolah.

Selang beberapa menit ketika mereka benar-benar berdua, tidak ada yang memulai pembicaraan sama sekali. suasana hening berhasil mengitari mereka.

Lalu camui melihat ruki yang berdiri dan mengambil tasnya pergi menuju gerbang keluar taman.

“hei kau mau kemana?!!” tanya camui sedikit keras.

“……” ruki tidak menjawab. Dia hanya diam terus sepanjang perjalanan ia menuju gerbang.

“ruki!! Hei!!” camui langsung menghentikan langkahnya seperti ruki yang menghentikan langkahnya di depan camui. Mereka dipisahkan jarak beberapa meter.

“ruki?” camui memperhatikan ruki yang merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu.

Lalu ruki berbalik dan menghampiri camui yang sedari tadi mengikutinya.

Ia mengambil telapak tangan camui dan menaruh sesuatu serta menutup telapak tangan camui dengan jari-jarinya. Ruki menatap kedua mata camui lurus…

“kau harus menjaga benda ini.” ujar ruki dengan sedikit pelan. Wajahnya yang menyebalkan tadi berubah menjadi sedikit…sedih?

“eh? Cincin?” camui mengangkat kedua cincin itu yang disatukan oleh tali metal yang tipis.

“kenapa kau memberikan ini ruki? Hei…kenapa wajahmu juga menjadi seperti itu?” camui terheran-heran melihat ruki sesekali melihat tangannya bekerja menaruh benda pemberian ruki di dalam diarynya.

“………..”

“…..kau jadi bisu ya?”
Camui menatap lurus pandangan ruki padanya.

“Dengar, aku tak akan mengulanginya.” Ia mengucapkan sebuah kalimat kepada camui.

“Baiklah.” Camui mengangguk dan melihat ruki menarik nafas.

“aku menyukaimu….aku menyukaimu sejak kita berteman dari SMP. Dan aku akan pergi dari sisimu sekarang. Aku akan pergi dari sekolah ini.”


=================


ZREEKKK!!

“hah…hah…hah…hah….” Nafas camui tidak teratur. Seperti habis lari maraton 1000 meter. Pandangannya sedikit kabur dan ia terus memegangi kening.

“tadi itu….apa?” tanya camui pada diri sendiri dan di antara kegelapan sunyi yang menyelimuti kamar kesayangan camui.

“…aww….apa sih yang tadi? Kenapa rasanya ada yang terlupakan…o…leh…ku?” camui membenahi pikirannya sambil sesekali merintih kesakitan karena rasa ngilu dan nyeri yang menyerang dalam kepalanya.

“hei…aku menyuruhmu ingat tapi tidak harus sesakit ini kan?” dia terus berbicara dengan diri sendiri, seolah ada dua orang disana.

“ruki….kenapa ia mengatakan kalimat itu? dia mau pergi? Tapi bukankah….”

===========

Musim gugur,

Festival olahraga….

Sakura Gakuen…


…seperti mimpi buruk

Yuta’s POV

Seperti sebuah hujan yang turun di musim teriknya matahari. Kemarin aku bertemu dengan kai-pada akhirnya.

“….kau telah memutuskan hubungan dengan aoi ya?” aku ingat sekali saat ia membuka pembicaraan, ia langsung bertanya pertanyaan yang menyedihkan.

“kau….tahu dari mana?”

“aku tahu dari aoi…”

“hah?”

“maka dari itu aku langsung pergi menemuimu”

“……..”

“……apa itu karena aku?”


Rasa miris yang kurasakan saat itu.

Rasa yang bersalah karena aku membuat mereka bermusuhan secara tidak langsung.

Itu semua karena perasaan ini.

“….tidak. Bukan karena kau. Tenang saja.” Aku berucap seadanya. Aku mengucapkan kalimat itu sambil menahan kelemahanku.

“…jangan memaksakan diri jika kau ingin menangis.” Dan kalimat itu membuat pembukaan ‘manis’ terhadap kelemahanku.

“…meskipun kau tercipta hanya untuk aoi seorang, aku tidak akan berhenti menyukaimu…atau malah mencintaimu.” Kemarin…aku juga merasakan kedua lengan kai yang mendekapku erat. Dan kalimat tadi itu…

Rasanya sedikit aneh…

Aku ini benar-benar bingung dan tak mengerti…

Sebenarnya kepada siapa aku harus menyukai ya?


“hei yuta. Kenapa kau murung sekali? bagaimana kemarin dengan kai?” camui datang dengan seragam olahraga—yang tentu dipakai karena sekarang sedang festival olahraga.

Aku tidak menjawab pertanyaan camui, namun malah memperhatikan dirinya yang mendekat padaku. Segera saja gadis tinggi ini mengerutkan dahinya.

“kenapa kau? Serius sekali sepertinya.” Tanya lagi camui sembari duduk.

“….aku bingung.” Jujurku.

“apa? Soal apa?” jawab camui cepat.

“….entah…ada sesuatu yang terasa aneh.”

“apanya? Kau itu yang ngomong yang jelas dong yuta.” Kulihat camui yang menghela nafas. Ia mengelus tengkuknya. Aku merasa dia sedang mengalami tekanan di dalam pikirannya.

“kau pasti sedang tertekan?” tanyaku asal mengabaikan pertanyaan camui barusan.

“heh? Tidak”

“benar?”

“he’eh”

“haa~” gantian aku menghela nafas.

“lha? Kau menghela nafas.”

“ya…semacam itu lah” aku menatap langit musim gugur di pagi ini.

“…….” Aku dan camui terdiam sejenak. Serasa kami berdua adalah orang asing.

“yuta…ada yang ingin kutanyakan.” Akhirnya ia memulai pembicaraan.

“hm?”

“ini soal ruki…dan kamijo.” Mataku sedikit membesar mendengar pernyataan camui tadi.

“memangnya kenapa?”

“apakah kau tahu tentang ruki saat tahun pertama di sekolah ini?”

“heh? Kenapa menanyakan itu tiba-tiba?”

“sudah, jawab saja.”

“hm…entahlah. Saat itu aku tidak mengenal ruki terlalu dalam.”

“grrr~ bilang dari tadi kek” camui menunduk kecewa.

“kenapa tidak tanya saja pada ‘pangeran’ mu itu?”

“…tidak.”

“lho?”

“aku percaya dia tidak akan menjawabnya.”

“kenapa kau begitu yakin?”

“karena dia….aku merasa dia menyembunyikan sesuatu.”

“eh? Sejak kapan kau jadi curiga pada kamijo?”

“sejak…aku merasa ada yang aneh.”

“jah, sama aja.”

“lalu kau kenapa?”

“aku kenapa bagaimana?”

“kau belum menjawab pertanyaan pertamaku ya, yuta. Jangan coba untuk mengalihkan pembicaraan deh.”

“ba-baiklah.” Aku ikut menunduk.

“ceritakan”

“aku merasa bahwa aku telah mencintai dua orang. Kai dan aoi. Secara bersamaan.”

==================

Arisa’s POV

“pokoknya saat lomba lari berpasangan, kita harus menang!” aku tertawa kecil saat teru mengatakan kalimat kekanak-kanakan seperti itu.

“tapi bukankah pasanganmu itu sherra?” tanyaku sebelum aku menjawab ajakan teru tadi sebelum mengatakan kalimat kekanak-kanakkan tersebut.

“kau tahu kan, sherra itu mempunyai badan lemah. Mana mungkin aku mengajaknya?” tersenyum lah si imut yang satu ini di depanku.

“ah…” hati egoisku merasa senang mendengarnya.

“kau mau kan jadi pasanganku?” teru memasang wajah memelas.

“hm…sayangnya aku sudah diajak uruha, dan aku mengiyakannya.” Aku tersenyum pahit.

“ah….” Wajah imut itu pun datar.

“maaf ya teru.” Aku membungkuk.

“aku kalah cepat dari makhluk cantik itu. Sial!” kutatapi wajahnya yang cemberut. Namun tetap ya yang namanya makhluk imut, meskipun dalam keadaan kesal, kesan imutnya tak bisa hilang.

“ehehhee aku benar-benar minta maaf.”

“tidak apa-apa. Aku mengerti kok. Meskipun yang kemarin sewaktu di kuil aku juga tidak bisa mengantarmu pulang karena sherra tiba-tiba menelepon dan ia membutuhkan aku.” Teru terus tersenyum sambil menggosok-gosokkan jari-jarinya di rambut peraknya.

“iya, tenang saja. Sherra lebih membutuhkan mu teru. Lagi pula aku kan juga pulang bareng uruha.” aku tersenyum. Meski ada rasa nyeri di perasaanku sekarang.


Aku mencoba melepas benang merah dari kelingkingku

Yang jika ditelusuri…

Mungkin akan tertaut padamu.

Ya.

Aku akan terus mencoba memutuskannya.



==============================

Rena’s POV

Dan aku melihat sesuatu yang tak pernah kulihat….

Di dalam dirinya.



“Rena!! Do’akan kami ya!!” suara inaru terdengar jelas di kedua telingaku meskipun ia ada di tengah lapangan basket sambil tersenyum senang. Aku pun membalasnya dengan senyuman serta anggukan antusias.

“ya…aku akan selalu mendo’akanmu.” Ucapku pelan sambil terus menatap tim basket inaru mulai bertanding.

“siapa dia, inaru?”

“dia orang yang sangat berarti untukku, Z”

“kau….kau….kenapa kau mengatakan kalimat menyakitkan seperti itu?”
gadis yang pernah kulihat bersama inaru beberapa minggu lalu itu, menatapku dengan tatapan sinis sambil menyendu dan memelas bila pandangannya pada inaru.

Kejadian di taman bermain itu…sempat membuatku merinding. Sesuatu yang tidak bisa kuduga datang disaat aku dan inaru ingin memulainya dari awal.

Atau….

“Z, maaf. Aku tidak akan meninggalkan nata meskipun kau menangis dan memohon padaku.”

Atau…itu hanya sandiwara?

Tapi…aku senang saat inaru mengatakan kalimat itu. kalimat yang tidak pernah kudengar dari mulut ia seblumnya ketika bertemu dengan gadis lain saat bersamaku.

“inaru!!! Semangat!!!” aku berteriak di tepi lapangan sambil menyemangati inaru.

Semoga…semuanya bisa berjalan dengan baik.

Semoga aku dan dirinya tetap bersama.

Harapanku…apa terlalu tinggi ya?

=================

Melupakan….

Atau malah terlupakan?


Author’s POV


“kau menyukai mereka secara bersamaan?”

“….” Hanya anggukan yang yuta berikan untuk pertanyaan camui tadi.

“itu tidak mungkin yuta. Bagaimana bisa kau berbuat seperti itu?”

“aku juga tidak tahu!” suara yuta sedikit meninggi karena ia juga seperti putus asa.


“aku masih belum percaya….” Camui menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi taman yang terbuat dari besi dan bercat emas.

“entahlah…aku sendiri tidak percaya.” Tatapan camui sedikit membesar ke arah yuta setelah mendengar pernyataan tadi.

“kau ini…awww” tiba-tiba camui segera memegangi dahinya yang terasa sakit dari dalam kepalanya.

“camui, kau kenapa?”

“ti-tidak kok. Hanya sedikit kurang tidur” ucap camui dengan senyum palsunya.

“benarkah? Baru pertama kali kulihat wajahmu sepucat ini”

“hah? Apa maksudmu?”

“kau sakit ya?” tanya yuta mengabaikan pertanyaan camui kembali.

“tidak…” ucap camui ragu.

“ah…ada hubungannya denga kamijo kah?”

“……..”

“cepat kau temui kamijo kalau begitu.” Entah kenapa yuta jadi bersikap sok memerintah seperti ini.

“hei, kenapa…”

“kau sudah memerintahku kemarin untuk bertemu kai, sekarang giliranku memerintahmu” yuta menarik camui berdiri dan mendorongnya keluar taman.

“nikmati festival olahraga kali ini ya!” suara yuta samar terdengar di kedua telinga camui dari kejauhan.

“kau juga” ucap camui membalas.

“haa~ kenapa jadi begini ya?” camui berbicara sendiri sambil menyusuri perjalannannya menuju lapangan sekolah yang sedang mengadakan festival olahraga.

“lho, camui?”

“kamijo…?”

==========

Hazu’s POV

Hmm… dentangan kelima ya?

“soal dentangan kelima, memang aku tidak tahu apa-apa mengenainya. Tapi mungkin soal legenda itu, kau bisa melihat isi dari buku ini.”

“eh?”

“baca saja. Semoga ini bisa membantumu”
aku ingat betul, saat ke rumah—manusia nyentrik itu—untuk bertemu dengan kakaknya, dan aku di beri sebuah buku yang sedang kubaca ini.

Ada yang familiar dengan isi buku ini.

Hmm…

Apa ya?


Aku coba membolak-balik halaman untuk menemui petunjuk dari legenda jam tua di sekolah ini.

Pernyataan yang membuat aku tertarik untuk membaca buku ini adalah

”terkadang sesuatu yang mudah bisa dengan sukar menjadi kesukaran dan yang sukar bisa dengan mudah menjadi kemudahan.”

“kalimat yang aneh…tapi rasanya…”

“hei, serius sekali membacanya” GRRRR!!~ dia lagi.

“……” pura-pura aku membaca dan tidak mendengar sapaan darinya.

“kenapa tidak membalas sapaanku?”

“…….” Tetap aku diam.

“haaa~ kenapa kau sulit sekali untuk memberi kesempatan padaku sih?”

“………” kesempatan apaan coba?

“aku jadi lelah jika harus menghadapimu seperti ini” aku melihat reita yang baru saja tadi duduk di sampingku mulai bangkit untuk berdiri.

“…………..” dia marah ya?

“maaf jika selama ini aku terus mengganggumu…” ah, nada yang sangat dingin keluar dari mulut orang nyentrik ini. Baru pertama kali aku mendengarnya.

“……..” dan ia pergi tanpa kata-kata dan tidak menengok kearahku seperti biasanya. Jadi…sampai disini saja ya?

Dasar bodoh…

Ucapanmu yang kemarin itu benar-benar suatu kepalsuan kan?



Tesss….

“baka! Apa ini? Kenapa?!” aku segera mengusap air mataku.

Chotto…matte….

Sepertinya aku tahu sesuatu dan baru menyadarinya.

Ya…alur cerita di buku ini mirip seperti….

“….kami berlima…..”


=========================

Rena’s POV


“wah!! Aku menang rena!! Kami menang!!!” inaru segera mengangkatku dan memelukku serta memutar tubuhnya.

Gyaaaa~ inaru hentikan!!

“i-inaru!! Aku malu!!”

“lho kenapa? Aku senang sekali!!” inaru menghentikan tingkah konyolnya dan melihatku dengan tatapan berseri-seri.

“i-iya, tapi aku tidak terbiasa.” Aku mengusap dahi dan sekitar wajahnya dengan handuk kecil agar menghilangkan keringat dari wajah inaru. Tapi entah kenapa pandangan mata itu mengunci kedua bola mataku.

“rena, tanganmu berhenti lho”

“eh?” aku tersadar dan tawa kecil inaru menyambutku yang tersadar dari lamunanku tadi.

“kau terpesona pada ketampananku ya?” ucap inaru dengan percaya dirinya yang sangat tinggi.

“a-ah…i-iya sih” aku tertunduk malu.

“ihihii~ kau memang manis sekali ya” dia mengecup keningku dan itu cukup membuat suhu tubuh ini meningkat drastis.

“itu hadiah karena kau sudah memujiku”

“…….” Aku terdiam karena inaru yang sekarang berbeda dengan yang dahulu.

Inaru kini bisa membuatku bungkam.

“habis ini kita lihat perlombaan yang lain yuk. Kita lihat teman-temanmu bertanding” ia menggenggam telapak tanganku dan menariknya dengan lembut. Ah…aku tidak bisa menyembunyikan raut senang dari wajahku.

Gawat!


================

Arisa’s POV

“wow, meskipun kita menang di tempat kedua tidak apa-apa kan, uruha?” tanyaku sembari melebarkan senyum padanya.

“tidak apa-apa. Yang penting aku bisa melihatmu senang dan kita bisa berlomba bersama-sama.” Dan ia pun menebarkan senyum padaku.

Ah…

Aku sempat melupakan makhluk yang ku anggap manis sesaat. Uruha…tidak kalah manisnya dengan teru.

“hihiii, bisa saja kau uru.” Aku menyipitkan mataku dan tertawa kecil.

“apapun bisa untukmu, arisa” kata-kata barusan berhasil membuatku berhenti tertawa. Rasa heran dan senang pun tercampur.

“entah itu pujian atau apa, aku ucapkan terima kasih” senyumku.

“sama-sama” dan ia membalasnya dengan mengecup punggung tanganku.

“heh?”

“ehehee” ia tertawa riang setelah melakukannya. Aku sedikit bingung dan menengok ke arah kanan, karena aku merasa sedang diawasi.

“…teru?” ucapku pelan sekali sembari melihat tatapan teru yang menyakitkan.
Dan aku melihatnya menjauh dari kerumunan. Tanpa sadar aku mengejarnya ke tempat yang sedikit sepi.


===============

Yuta’s POV

Setelah camui pergi dari taman, aku pun berjalan meninggalkan taman ini juga. Namun saat aku berjalan sambil tertunduk, bayangan seseorang didepanku mengusik dan menghentikan kedua kakiku untuk melangkah maju.

Aku menaikkan kepalaku hingga sejajar dengan pandangan orang di depanku.

Diam….

Serta hening….

Rambut hitam legamnya yang sedikit panjang terurai karena angin sejuk musim gugur terhembus. Ia memandangku bertubi-tubi. Dan menyebabkan aku tidak bisa mengalihkan pandangan menyakitkan itu untukku.

Sial…

Aku benar-benar di dera permasalahan yang konyol….namun membuat kami bisa seperti ini.

Siapa yang harus disalahkan?

Jam tua ‘gila’ itu?

Bahkan ia tidak pernah mengeluarkan ‘pendapat’ dan ‘suara’ yang membuat kami semua seperti ini.

Ah tunggu…

‘suara’?

Jam sinting itu mengeluarkan ‘suara’ yang membuat semua orang menjadi percaya akan legenda bodoh itu.

“……….”

Tidak ada yang berbicara meski aku sudah cukup lama berkutat dengan pikiranku sendiri.

TEPP…

Dia melangkah maju mendekatiku…

Dan jantungku pun berdetak kuat sekali. Dia menerpa angin yang menubruknya.

Semakin dekat….

Dekat….


SEETT…

Aku yang sempat memejamkan mata tadi, membuka mata dan melihat sudah tidak ada pria putih dan tinggi itu di depanku. Aku membalikkan tubuhku, lalu melihat ia berjalan di belakang. Tadi ia melewatiku…

Aoi…

“…tunggu!” dan tanpa kemauan sadarku, aku menarik pergelangan tangankirinya dengan tiba-tiba….dan bodoh.


======================


Camui’s POV


“kenapa raut wajahmu seperti kelelahan, sayang?” kamijo mengeluskan telapak tangannya di kedua pipiku.

“tidak apa-apa. Aku hanya kurang tidur.”

“kalau begitu, tidurlah disini” kamijo menunjuk pahanya. Dan aku sedikit terkejut karena aku tahu dia menyuruhku tidur di atas pangkuannya.

“kenapa?”

“ti-tidak” jujur, meski kami sudah berpacaran cukup lama, tetap saja terkadang aku masih gugup jika bersamanya.

“nah…tidurlah. Aku akan menjagamu camui.” Aku yang mendengar suara lembut kamijo perlahan memejamkan mata. Suaranya seperti nyanyian tidur untuk sang putri tidur.

Setelah beberapa lama, aku tidak bisa tidur nyenyak. Meskipun suhu tubuh kamijo menghipnotisku untuk tetap berlama-lama di pangkuannya. Tapi tetap aku tidak bisa melepaskan alam sadar ku sekarang. Karena….

“kamijo…?”

“hm?”

“kumohon jangan menghindar lagi.”

“menghindar untuk apa?”

“mm…ada apa antara aku dan ruki saat tahun pertama di sekolah ini?”

“……..”

“kenapa aku tidak bisa mengingat kejadian itu sama sekali?”

“……..”

“jawab kamijo….”

“aku tidak ingin membahasnya, camui.” Mendengar pernyataannya barusan, hatiku bergidik dan segera bangun dari rebahan ku.

“baiklah…jika begitu biar aku yang mencari tahu.” Aku merapikan seragam olahragaku dan berjalan menjauh dari kamijo.

Sekarang seperti aku yang sedang cekcok dengan kamijo. Padahal aku tidak suka dengan sikapnya yang menyembunyikan hal penting dariku. Apalagi ini menyangkut tentang diriku.

“camui!! Tunggu!”

Tidak! Aku tidak akan melihatmu.

“camui!!” aku berjalan keluar gerbang sekolah tanpa sadar.

Langkahku terhenti melihat ruki yang berdiri membelakangiku.

Ia membawa tas sekolahnya yang kasual dan santai. Melihatnya seperti ini yang ingin menyeberang jalanan raya, aku teringat sesuatu….

“Ukh!!!” aku sedikit goyah dari perndirianku di pijakan.

“camui!” kamijo menghampiriku dan segera membantuku yang lunglai tadi sehingga menyebabkan aku jatuh.

“cukup kamijo. Aku tidak butuh bantuanmu” pertama kali aku berucap ketus padanya. Dan tak mengherankan jika dia memasang wajah heran dan terkejut padaku.

“…aku ingin bertanya pada ruki saja.”

Meski itu sia-sia, biarkan saja.

“ca-camui…tunggu.”

====================

Author’s POV

Legenda jam tua di sekolah Sakura Gakuen.

Dikisahkan lima siswi yang bersekolah disana diantara beratus-ratus siswa dan siswi. Dan beberapa diantara mereka mempercayai bahwa dentangan jam tua itu akan membawa keberuntungan percintaan pada mereka.

Di antara mereka semua yang bersekolah di sana, terdapat kalangan yang sering disebut ‘pangeran’ oleh para murid-muridnya.


“….jika dua orang siswa dan siswi mendengar dentangan jam tua ini bersamaan dan sebanyak empat kali, maka mereka akan bersama selamanya…..dasar, konyol sekali legenda ini.” hazu menggerutu sambil berjalan menuju arah jam tua legenda itu berada.

“kelima siswi ini bersahabat dan menemukan ‘pangeran’nya masing-masing. Namun…ada saat dimana mereka semua akan menerima hal yang tidak mengenakkan dalam hubungannya.”

“…bertele-tele sekali kisahnya . huh!”

“…tapi memang ini mirip dengan kami berlima. Akan ada di antara kami yang mendapatkan hal aneh….haaa~ misteri yang kacau!” hazu menaiki menara jam legenda tua itu terus sambil melihat isi buku yang diberikan oleh kakak reita.

“untung dia mengajakku kesini, jadi sedikit mudah deh aku memecahkannya.”

Hazu tertawa kecil mengingat kejadian kemarin saat reita mengajaknya ke tempat ini.

“legenda empat dentangan yang berbunyi berturut-turut. Disanalah mereka akan menjadi pasangan abadi.”

“itu kata buku. Nah…jadi dimana dentangan kelima itu berasal?” hazu menatap mesin-mesin tua di depannya yang aslinya tidak bergerak. Namun entah kenapa dari mesin-mesin tua inilah menghasilkan dentangan sebanyak empat kali dan bahkan katanya lima kali.

“aneh…” hazu mengintip ke mesin raksasa itu dan mlihat bagian atas sang mesin jam.

“….anggap saja ada sebuah keajaiban yang menggerakkanya. Hmm..atau malah hantu yang menunggui tempat ini?” hazu mengamati sekitarnya. Cahaya renta oranye masuk melalui jendela buram dan berdebu jam tua ini.

“……pukul 11.57” gadis ini menengok jam tangan yang melingkar di salah satu pergelangan tangannya.

“dentangan kelima ya?” ia menatap sekali lagi mesin tua itu dari jarak yang agak jauh.

“……..”

”terkadang sesuatu yang mudah bisa dengan sukar menjadi kesukaran dan yang sukar bisa dengan mudah menjadi kemudahan.”

“eh?”

KRIIIKKK~ TAAAPP….

Hazu dikejutkan oleh suara benda yang bergerak.

Mesin tua itu bergerak tanpa diminta. Padahal daritadi mesin itu tidak berjalan sama sekali.

TEEEEENNGGG!!!!

Dentangan pertama terdengar nyaring sehingga hazu menutup kedua telinganya.

“satu….”

-----------------------------------------------------

Disaat bersamaan….

“ayo rena!” inaru menarik rena dan mereka berhenti di tengah jalan karena ada seseorang yang menghalangi perjalanan mereka berdua.

“….Z?”


TEEEENNNGGGG!!!

Dentangan pertama…..


----------------------------------------

“teru!!! Tunggu!” arisa sedikit butuh tenaga lebih mengejar teru yang berhalan cepat.

“arisa, sudahlah…”

“tidak uruha.”

“tapi dia sudah menjadi milik sherra!” uruha berteriak sambil mengejar arisa.

“tidak-tidak!”

“arisa….” Uruha perlahan menghentikan langkahnya….

“…kumohon teru, berhentilah!” arisa pun berteriak dan menyebabkan teru berhenti berjalan dengan cepat.



TEEEENNNGGGG!!!!!!

Dentangan kedua…..



-----------------------------------

“….tunggu aoi. Aku harus berbicara denganmu.”

“…….” Tidak ada jawaban dari lawan bicara sang gadis ini.

“….aoi kumohon tatap mataku!”

“….mengapa kau tidak berbicara dengannya saja?”

“eh?” yuta mengikuti alur pandang aoi yang menunjukkan ada sesuatu di belakang yuta sekarang.

“…kai?”


TEEEEEENNNGGGG!!!!....

Dentangan ketiga……..


----------------------------------------

“ruki!!”

“eh camu…i?” ruki membalikkan tubuhnya dengan sedikit terkejut ketika sudah sampai di seberang jalan melihat camui mengejarnya.

Namun lampu penyeberangan sedang menunjuk pada warna merah yang berarti….

“camui!! Awas!!!” suara kamijo sepertinya membuat camui membeku di tengah jalan. Ia melihat sebuah truk besar menghampirinya. Pikiran cepat dan panjang itu pun menyerang ingatan camui.

“……ruki…..” camui menatap ruki yang mendekat ke arahnya dan…..


BRUGGHHH!!!!!


TEEEEEENNNNGGGGG!!!~~~


Dentangan keempat………


------------------------------------------------

“empat dentangan….dan dentangan kelima itu…..” hazu menarik sesuatu dari salah satu sela gerigi besar mesin jam yang kata orang adalah legenda itu.


TEENNGG….KRIIIITTT…. suara yang menuju dentangan kelima itu pun akhirnya malah berhenti ditengah jalan saat ingin berbunyi.

“fiuhhh~” hazu jatuh bersandar pada salah satu dinding di dekat mesin tua dan menghela nafas lega.

“dasar benda bodoh.” Ia mengangkat benda yang ia ambil di mesin tadi.

“jika tidak ada kau dan ‘hal’ itu, maka dentangan kelima itu mestinya tidak ada, baka!” hazu tertawa melihat benda yang ia pegang tersebut.

“dasar.” Ia berdiri dan berencana turun dari lantai atas menara ini.

“ah iya ya….” Hazu menatap ke arah tempat kemarin reita menyatakan—untuk kedua kalinya—sepertinya—perasaannya pada hazu. Dan hazu hanya tersenyum miris melihatnya.

“dentangan kelima mestinya kau hadir untukku lho~” hazu turun dari satu anak tangga ke anak tangga lainnya.

“aku harus segera mencari arisa, yuta, camui, dan rena segera!” dengan cepat hazu turun, namun tahukah kalian? Karena tangga ini terbuat dari kayu dan umur kayu itu tidak bisa lama-lama, dan faktor para hewan kecil yang menyukai serat-serat dari kayu, sudah dipastikan anak-anak tangga ini pun akan rapuh dalam beberapa tahun….

“gyaaaa!!~”


========================

Rena’s POV

Eh?

Jam tua itu berdentang lagi?


“ada apa Z?” tanya inaru ragu.

“tidak. Tidak ada apa-apa.” Z berjalan melewati kami berdua. Namun masih bisa kurasakan bahwa kesinisan yang terhasil dari pandangan mata dan hembusan nafas nya terlihat.

“aneh….ayo rena” suara inaru menyadarkan aku dari gerak gerik aneh Z barusan.

“i-iya”

========================

Arisa’s POV


“….berbahagialah…kalian” teru mengucapkan dua kata itu, dua kata yang tidak pernah ku duga sebelumnya.

“maksudmu teru?” kudengar suara uruha yang membalasnya.

“sudah jelas kan, kalian berdua itu sudah ditakdirkan bersama.” Tersenyum lah dirinya yang pernah membuatku jatuh hati pada dirinya.

“hah? Bicara apa kau teru?”

Aku belum bisa mengeluarkan suara dan berpendapat.

“ahahaa~ sudahlah uruha, tolong jaga wanita yang kucintai ini ya”

HAAH??!!!

“……..” dan dia pun menjauh. Pergi….

Wanita yang dicintai olehnya….aku?

Tapi…bukankah itu seharusnya sherra?

“arisa…”

“maaf uru, aku harus menyusulnya.” Eratan tangan uruha di pergelangan tangan arisa berusaha dilepaskan oleh gadis mungil ini. Ia pun mengejar teru tanpa melihat kebelakang untuk uruha seorang.

“…..terima kasih arisa” ia tersenyum pahit melihat tubuh arisa yang semakin menjauh.


=========

Yuta’s POV

“eh?” aku melihat ke arah belakangku. Sesuai dugaanku setelah mendengar ucapan aoi barusan, kai berdiri di belakangku. Wajah yang sama seperti waktu itu, terlihat menyakitkan.

“seharusnya kau urusi gadismu, kai. Ahahahaa~” tawa aoi yang dipaksakan. Aku menengok sejenak pada aoi di depanku.

BUUGGH!!!

Rona merah menghiasi pipi mulus pria berambut hitam ini. aku membesarkan kedua bola mata karena kejadian ini. Seorang yang kukenal tidak ingin menyakiti bahkan seekor hewan kecil pun, bisa berbuat seperti ini?

“jangan pernah membohongi perasaanmu, aoi.”

“ukh…” aku mendengar rintihan pelan dari aoi yang memegangi salah satu pipi yang telah terpukul oleh genggaman tangan seorang kai.

“kai…kenapa kau lakukan i…”

“karena dia telah menyembunyikan yang seharusnya tidak ia sembunyikan.” Kai merapihkan seragamnya dan berjalan melewati aoi serta yuta berdua. Namun sebelum pria berparas imut ini pergi meninggalkan kami berdua, ia berbisik pelan di kedua telingaku sambil berpapasan.

Ia berjalan menjauh. Kai…dan tidak menengok kearahku serta aoi.

“hei….” Suara berat aoi menyadarkan aku.

“…ah, ayo kita harus ke klinik se...ko…” ia, aoi, berhasil mengunci seluruh tubuhku di dalam lingkaran kedua tangannya.

“ao…” aku memberontak.

“izinkan aku terakhir kali untuk seperti ini.” ia berhasil membuatku terpana mendengar ucapan dirinya barusan.

“…….bolehkan?”

“……..” aku jadi teringat ucapan pelan kai tadi.

“……tidak boleh.”

“heh?”

“ini bukan yang terakhir.” Aku berucap pelan.

“maksudmu?”

“aku mencintaimu aoi.”


===========================

Author’s POV


“dia tidak apa-apa, hanya sedikit trauma. Apa ia pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya?” dokter klinik sekolah bertanya pada ruki dan kamijo yang sedang menunggu cemas di depan klinik.

“…ya”

“hm…tenang saja. Yang terpenting sekarang ini ia selamat.” Dokter wanita itu tersenyum pada kedua lelaki di depannya.

“terima kasih dokter.” Kamijo menanggapinya dengan kalem.

“sama-sama, saya permisi dulu.”

“haaa~” helaan nafas ruki terdengar jelas di lorong sepi yang sedang mereka tunggui itu.

“hei…”

“ng?”

“kau tidak akan berencana untuk ‘pergi’ lagi kan?” kamijo menatap ruki yang bersandar di dinding.

“……..”

“dua tahun yang lalu itu, semestinya kau yang berada di sisinya.”

“……”

“maka dari itu….tolong ya” kamijo pergi dari daerah klinik itu. lelaki yang benar tampak seperti pangeran tersebut menjauh.

Ruki hanya menatap punggung kamijo yang semakin menjauh.


---------------------------------------

Kau tahu apa yang terlupakan oleh sang putri?

Sebuah mimpi yang seharusnya tidak teringat olehnya.

Sebuah rangkaian yang semestinya tidak terulang dan tertaut kembali.




“ruki?”

“hm?”

“aku sudah mengingatnya”

Ruki tersenyum pahit mendengar camui yang baru saja sadar dari pingsannya tadi.


“itu tidak penting…karena aku akan berada disisimu selamanya” Lelaki di sebelah camui ini mengecup punggung tangan camui lama.

“….dimana kamijo?”

“….dia akan segera kesini.” Sedikit nada getir terdengar dari nada bicara ruki.


“oh” jawab seadanya camui.

“camui…”


“ya?”

“….maukah kau tetap ada di sisiku selamanya?” pertanyaan yang mungkin membuat camui sedikit terkejut karena tiba-tiba.

“aku salah karena pada waktu itu telah memutuskan berdasarkan ke egoisanku.”

“……”

“camui….”

“ruki….”

“…..”

“…..maaf, aku masih menyayangi kamijo” pelan dan bergetar menyertai semua ucapan camui barusan.

Hening….

“baiklah” ruki tersenyum mendengar camui yang menyebut nama kamijo.


Kisah dimana yang harus teringat

Dan harus yang terlupakan begitu saja

Dimana dia harus bertahan

Serta dimana dia harus mengalah

Letak keraguan yang terlalu ambigu pun dipertanyakan…

Disanalah…

Disanalah dia berucap akan keyakinan kelak.




=======================

Hazu’s POV


Aww!

Darah segar itu muncul di sekujur tubuhku.

Ada yang mengalir lancar, berhenti dan mengering dengan cepat karena hawa sejuk di dalam menara jam ini.

Baju seragam olahragaku pun kotor karena dentuman debu dan kayu-kayu yang jatuh berpadu satu.

“hebat juga bisa jatuh dari tempat ini.” aku tertawa kecil melihat luka-luka yang bertebaran di raga.
Lalu salah satu mataku terasa perih, pelipisku sepertinya juga ikut andil dalam kejadian ‘lucu’ ini.

“apa ini kutukan aku telah mengetahui dentangan kelima….,huh?” aku mengambil jilid buku mungil yang telah diberikan oleh kakak perempuan reita.

Aku bangun dan berjalan tertatih ke arah gedung utama sekolah.

Keadaan sekarang sangat berbeda dengan yang tadi saat aku menuju menara. Sekarang sudah sore dan agak sepi.

“sepertinya aku tadi sempat tertidur ya?” aku menggaruk-garuk kepala melihat pemandangan di sekitarku.

“ah iya, mereka!” aku langsung teringat teman-temanku. Aku segera menuju ruang panitia, tapi tidak ada siapa-siapa.


KRIING KRIIINGG~

“halo?”

“kau dimana? Dari tadi kami cari kau tidak terlihat.” Suara rena terdengar khawatir.

“aku sedang di depan ruang panitia kok. Kau tidak bertemu dengan yuta, arisa, atau camui?”

“tidak. Orang lain tidak tahu dimana mereka.” Nada khawatir pun terdengar kembali.

“baiklah. Kita cari mereka di tempat berbeda. Aku akan mencari yuta dan arisa.”

“iya-iya. Aku akan mencari camui bersama inaru. Apakah kau bersama reita, hazu?”

“…………” aku menjedakan pembicaraan kami berdua.

“hazu?”

“tidak. Dia sepertinya sedang sibuk mengurusi penutupan festival.” Ucapku dengan kesoktahuan otakku.

“oh, baiklah. Hati-hati ya.”

“hm. Jaa!” aku menutup pembicaraan segera.

Sekarang yang penting adalah teman-temanku yang tiba-tiba menghilang, bukan dia yang aku tahu memang telah membantuku banyak. Yah setidaknya saat kami berpisah tadi, ia tidak dalam keadaan ‘gawat’.

Aku melagkah namun lutut kananku cedera parah. Daritadi darah tidak berhenti mengalir dari sumbernya.

“kau ini menyusahkanku ya” aku mengambil sapu tangan dan menahan laju darah di lututku dengan mengikatkan sapu tanganku di sana.

“bersahabatlah denganku kali ini ya luka~”

Dan aku berlari mencari yuta serta arisa.


=================================

Arisa’s POV

“kenapa tidak bersama uruha?”

Gelengan kepala kuberikan sebagai jawaban untuk teru.

“lho? Bukankah…”

“tidak. Aku tetap disini.” Aku yang sedaritadi mengejar dan sekarang memeluknya dari belakang teru, terus menjawab pertanyaan mudah dari teru seorang.

“arisa…”

“benarkah aku adalah orang yang kau cintai….teru?” aku mengulang peryataan teru tadi dengan kalimat tanya.

“……”

“bukan ya?”

“tidak! Itu benar!” teru berbalik dan mengecup kening ku segera. Dan itu membuat aku tersenyum senang meski di dalam alam keterkejutan serta hangat.

“teru…”

“aku menyesal.”

“untuk apa?”

“karena aku membiarkan orang yang telah mencintaiku sendirian.”

“ihhihihii~”

“kenapa tertawa?”

“tidak.”

“lho?”

“kau itu imut sekali teru.” Aku segera berjinjit dan mengecup pipinya.

“curang! Kau mencurinya!”

“hee? Tidak boleh?”

“tidak boleh tanpa perizinanku!” dan ia mengangkat tubuhku denganmudahnya.

“gyaa!! Lepas teru!!”

“ahahaha~”


Percayalah…

Ini bukan yang terakhir dari yang terawal

Serta bukan yang terawal dari yang terakhir…


=====================================

Yuta’s POV


“aku mencintaimu aoi.”

SAAAAA~~

“………….”

“sepertinya…kau salah orang, yuta.”

“tidak.”

“………”

“sudah seharusnya ucapan tadi untukmu.”

“………..”

“maaf ya, aku ini memang plin-plan kalau dihadapkan permasalahan hal seperti ini.”

“…tidak. Tenang saja. Aku akan menjadikan ini yang terakhir untukmu…yuta.”

“heh?”

“kita mulai semua dari awal” ucapan lembut aoi teralun manis di telingaku. Aku tersenyum dan makin mendekapnya erat.

“te-terima kasih…hiks” ah parah!! Kenapa harus terjadi lagi?!!

“dasar kau ini cengeng sekali.”


“diamlah…hiks” aku berusaha menghentikan kebiasaan bodohku ini.

“hmm…” aoi mengecup pelipis mataku dan tersenyum.

“itu obat agar kau tidak cengeng lagi.” Dan terbukti aku tidak meneteskan air mata kembali. Mungkin lebih tepatnya karena aku terkejut sekaligus malu.

“wow, wajahmu merah. Sepertinya suhu disini tidak panas deh, yuta.” Tertawalah semaumu, baka! Aku ini seperti ini karena dirimu!


RAAARRR RAAARRR!!~

“ya?”


“kau dimana yuta?”

“ah hazu, aku sedang bersama aoi di dekat taman sekolah. Memangnya kenapa?”

“kau itu membuat orang khawatir ya!!” aku mendengar suara hazu yang memekik tinggi dari seberang sana.

“ah…itu sudah hobiku.” Dan aku tertawa.

“baka na.”

“ehehhee~”

“sebaiknya kau cepat ke klinik. Camui, rena dan arisa ada disana juga.”

“hah? Siapa yang sakit?”

“camui. Dia tadi sempat mendapatkan kecelakaan.”

“HAH?!!”

“dasar nona heboh kau. Sudah cepat kesana bersama aoi!”

“i-iya bu guru!.” Aku langsung menutup sambungan telepon dan menarik aoi secepat mungkin.

“hei kau terburu-buru sekali.”

“camui sedang berada di klinik, bagaimana bisa aku tidak panik?”

“heh?”


===========================


Author’s POV

“haa~ indah sekali langit sorenya” hazu menengadah ke langit sore kali ini dengan senyuman kecil.
Ia berjalan perlahan menuju klinik melewati taman yang dipenuhi pohon rindang penghasil daun momiji indah.

“….dan dentangan keempat itu akan lenyap untuk sementara. Dan terkadang hal yang tak terduga akan menyebabkan legenda itu berlanjut di masa depan nanti….” Hazu membaca sambil berjalan halaman terakhir dari buku cerita yang dipegangnya.

“…..karena sebenarnya apa yang ditakuti orang akan terkabul daripada yang diharapkan. Lebih baik kita meyakini yang dijawab oleh diri sendiri….hmm…peryataan yang aneh.” Hazu berbicara pada diri sendiri.

“….karena sebenarnya hanya ada setitik jawaban kecil yang bisa menjawab semua pertanyaan besar….”

“….ternyata dugaanku benar kalau….” Hazu berhenti berbicara karena melihat seseorang sedang santai tertidur di bangku taman yang terbuat dari kayu.

Ia menghampiri objek yang mengusikknya.

“baiklah…sekarang apa lagi?” meski ia bertanya seperti itu, toh ia tetap menghampirinya.

“dasar tukang tidur.” Ia memperhatikan wajah polos sang ‘pangeran’(?) tidur.

“ah ya, ini kukembalikan. Terima kasih. Karena kau sudah membantuku banyak.” Hazu menaruh jilid buku kecil di genggaman tangan reita yang ada di atas dadanya.

“mimpi indah…” ia membungkuk dan ingin mengecup kening reita, namun ia urungkan niatnya. Gadis ini dengan susah berjalan kembali, melanjutkan perjalanannya.

“tidak ada yang mengizinkan kau untuk pergi dari sini kan?”

Terhenti gadis itu melangkah karena suara familiar terucap.

“………”

“lihat dirimu, kau jadi seperti hewan yang baru lepas dari jebakan hutan.” Nada sinis keluar dari mulut pria disana. Ia berdiri dan melihat arah punggung hazu.

“biarkan saja. Memangnya apa urusan mu?”

“tidak. Aku tidak akan mengurusimu.” Nada dingin yang lain.

Hazu merasa matanya sedikit perih dan panas. Entah karena luka yang bersandar indah di pelipisnya atau apa.

“ya sudah. Lebih baik kau lanjutkan acara tidurmu itu.” hazu pun berjalan kembali.

“………”

“gyaaa!!~” dengan cepat reita menggendong dan menaruh hazu di punggungnya.

“HEI!!!”

“Diamlah!” mendengar teriakan reita barusan membuat hazu terdiam seperti orang bisu.

“….maaf”

“hiks…baka na”

“dasar kau nona sok kuat.”


============================

“misteri dentangan jam tua di sekolah ini sering kali membawa nada-nada melodi kesenangan sekaligus kesedihan di saat bersamaan. Gurat kemanisan atau kepahitan tertunjukkan di setiap langkah para penghuninya. Kilasan indah nan gemulai dan kelembutan yang terlawan oleh keburukkan pun sering kali menunjukkan kontras yang ‘gila’….”

“ kau tahu jika ada legenda dentangan jam tua di sekolah ini?”

“hah? Benarkah?”

“iya, katanya kalau kita mendengarnya bersamaan dengan seorang pria yang kita suka atau tidak, maka kita akan menjadi sepasang kekasih dengan orang yang mendengar dentangan bersama kita.”

“heh?”

“kalu tidak salah empat kali dentangan itu akan berbunyi.”

“wah…kalau begitu aku tidak rugi masuk Sakura Gakuen ya?”

“Unn, makanya aku mau masuk ke sini karena legenda itu sudah terbukti dari tahun ke tahun.”

“bagaimana kau tahu?”

“ah iya-ya, aku belum cerita kalau orang tuaku dulu bersekolah disini dan setelah mendengar dentangan jam tua itu, mereka bisa sampai sekarang.”

“wah!! Keren sekali.”

“ihihihii iya-iya, makanya aku iri pada mereka.”


------------------------------------------------------------------

“wah~ hari ini hari kelulusan!!”

“iya, tidak terasa ya?”

“he’eh”

“haa~ rasanya lega sekali jika sudah lulus.”

“kau harus baik-baik sama aoi ya yuta.”

“hah?! Masa aku doang? Kau juga camui, kau harus langgeng bersama kamijo.”

Yuta tertawa lepas.

“ah, jangan lupa juga arisa bersama teru.” Rena mencubit pipi arisa yang sedikit chubby.

“gyaa~ khau jugha rhenaa, behsamha ihnarhu (kau juga rena bersama inaru)”

“iya-iya. Kami sudah berencana akan kuliah di luar negeri bareng kok”

“benarkah?!” empat orang temannya langsung memekik kaget.

“yoha~ senangnya~” tampak sekali wujud senang di raut wajah rena.

“baguslah. Aku turut senang.” Hazu menjawab gembira.

“kau masih bersama orang nyentrik itu kan, hazu?” yuta menggoda hazu dengan suara penistaan.

“wah, masih gak ya? haduh lupa aku.” Jawab hazu santai dan datar.

“aaa~ jangan bohong kau~” yuta kembali menggoda.

“yuta, semoga kau tidak selingkuh dengan kai ya” hazu balik menggoda yuta dan membuat yuta naik darah karena hazu mengucapkan kata terlarang.

“wah marah.”

“dasar kau hazu, sudah tau itu…”

“aoi!! Pacarmu naik darah tuh!!” hazu melihat ke belakang yuta dan memanggil aoi.
Seketika yuta langsung membatu.


“….kau tahu jawaban dari semua yang terjadi di dunia ini? semua yang bisa membuat hal yang kadang tak masuk di akal terjadi dengan mudahnya? Sebuah keajaiban sepertinya cukup untuk menggerakan mesin legenda itu….”



“selamat ya atas kelulusan kalian!” lima orang ini berucap bersamaan pada lima pria di depan mereka.

“terima kasih sayang…” seperti biasa adegan mesra ditunjukkan oleh kamijo dan camui.

“waa terima kasih~” adegan imut oleh teru dan arisa.

“kau juga rena, selamat ya atas kelulusanmu.” Inaru dan rena.

“sini sini, aku cium kamu, yuta.”

“nggak!” yuta dan aoi.

“ayo ke tempat lain….”

“hei kalian pasangan bodoh, mau kemana?”

“himitsu….” Ucap reita kepada teman-temannya di belakang sana.


“…..karena titik yang teranggap tak berguna oleh orang lain, sering kali menjadi jawaban berharga. Itulah yang menjadikan hal legenda itu tetap ada.”

“ngomong-ngomong, kai kemana aoi?” tanya yuta.

“ia membantu ayahnya yang sedang bekerja di luar negeri.”

“souka na?”

“kau tidak menyusul dia?”

“untuk apa?” yuta tersenyum dan aoi ikut tersenyum mendengar ucapan yuta barusan.


-------------------

“kau itu bodoh ya, mestinya kau itu sadar bahwa….”

“hei, kita sudah membahas ini dari kemarin ya, kamijo.”

“tapi….”

“sejak kapan kamijo yang kukenal jadi tidak percaya diri, hah? Sudah lah…itu kan masa lalu. Yang aku inginkan adalah masa sekarang.”

“……”

“ruki akan baik-baik saja kok. Aku yakin itu”

-------------------------

“teru…”

“ya?”

“bagaimana kabar sherra?”

“ah, dia baik-baik saja kok”

“oh. Baguslah”

“lalu manusia cantik itu bagaimana?”

“terakhir aku mendapat kabar, dia sedang berada di Perancis.”

“benarkah?”

“ya.”

“hebat sekali.”

“kau yang paling hebat kok.”

“wah arisa kau belajar darimana kata-kata ‘manis’ seperti itu?”

“dari mana ya?”

----------------------------

“sekitar dua minggu lagi, kita akan berangkat. Kau sudah siapkan semua?”

“sebagian sih sudah.”

“lho? Sebagian lagi?”

“nanti saja, kita siapkan berdua saja. Oke?”

“iya-iya. Ahahaha~ tidak menyangka akan belajar bersama rena lagi.” Inaru tertawa manis.

“ihhihihi…aku senang kok”

“iya. Kau tidak boleh nakal disana.”

“iya-iya.”
--------------------------------------------------

“sebaiknya kita kembali ke tempat yang lainnya”

“aku masih mau disini.”

“ya sudah, kau saja. Aku ingin kembali.” Hazu berjalan menjauhi reita.

“kau ini, peka sedikit kenapa sih?”

“peka apaan?”

“dasar bodoh.”

“hei kau manusia nyentrik, lepas!”

“tidak~ mau~”


------------------------------------------------

Lebih baik menjadi satu daripada mempunyai dua yang sering membuat ragu.

Atau…..

Seharusnya kita tidak membohongi perasaan itu sendiri, bukan?

Semoga ‘hal’ itu menggerakkan dentangan kelima yang selanjutnya….




“sebenarnya dentangan kelima itu gak ada.” Ucapan hazu barusan membuat semua orang yang mengelilingi dirinya terkejut.

“APA?!!”

“USO!!!”

“lah, emang iya kok.”

“kau bisa tahu darimana?”

“sadar atau tidak, empat dentangan itu pernah berbuyi saat festival olahraga musim gugur dan mungkin di dengar oleh kalian semua.”

“iya, aku juga mendengar empat dentangan itu.”

“aku juga.”

“semestinya dentangan itu berbunyi lima kali.” Ucap hazu kembali.

“tapi kok cuma empat dentangan?”

“hm…sebaiknya kalian tidak tahu alasannya.”

“lho? Kenapa?” wajah teman-teman hazu memelas.

“karena sebaiknya kalian tidak tahu.”

“ah, aku tidak percaya pada mu.”

“hmm…baiklah. Kalau begitu…” hazu memeriksa jam tangannya.

“…dalam hitungan 3…2…1…”

TEEENNNGGGG!!!!~

“eh?”

TEEEENNGGGG!!!!!

“itu kan….”

TEEEEENNNGGGG!!!

“masa sih?”


TEEEEEENNNGGGGG!!!!

“empat kali…”


TEEEEENNNGGGGG!!!!


“ehehheee~”



===================================

fin.theend.TAMAT.owari.selesai


A/N : waaa~ tamaaattttt!!! XDDDDD

oke oke~
lunas sudah hutang saya!!!

thanks to :

*Author chapter 1 dan 6 : Yuta 'uke' Shiroyutaka

*Author chapter 2 dan 7 : Renatta Yulinudya

*Author chapter 3 dan 8 : Camilla ジュリ Camui

*Author chapter 4 dan 9 : Arisa Nakamura

*Author chapter 5 dan 10 : Hazu 'uechan' Masaza

ahahhaa~ narsis dikit gak apa apa yaak XDDD~~

makasih semuanya.
mohon maaf atas kegejean di chapie terakhir ini ^^
pasti membingungkan kan?
jadi ya ini hasil pemikiran dan pertimbangan otak saya yang sedikit 'gila' XDDD

dan maaf atas ketidka puasan pembaca sekalian T_T

hontou ni arigatou minna ^o^)d

as usual~~

<3 comments are love<3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar