Jumat, 30 Juli 2010

sakura no ame (fic narsis *again?*) chap 4

Title : sakura no ame 4

Author : yuta ‘uke’ yutaka

Chap : 4/??

Beta : no one

Genre : romance, drama, hospital life, gaje

Disclaimer : I own this story

Pairing : with OFC

Warning : narcissism fic *again??*, OOC, unbetaed, misstype, GAJE

A/N : di bawah.


Douzo~





* *

TENG~ TENG~

Suara lonceng tengah hari memecah kebisingan yang ada. Pukul 12. Dimana kata-kata ’ayo kembali, nanti aku di tuduh menculik mu’ atau ’bisa gawat kalau kau di sangka hilang~’ selalu terlontar dari bibir seorang Taka. Namun, nyatanya.. tidak untuk hari ini.
Yuta menempelkan pipinya bersatu dengan jendela. Matanya sibuk menari mencari sosok Taka. Pria yang selalu menemaninya dari pagi hingga pukul 12 siang. Yang pada akhirnya malah membuatnya tak pernah mengikuti terapi pagi lagi.pria yang selalu membuatnya kesal namun sanggup juga membuatnya berdebar selama kurang lebih 3 bulan silam ini. Ya. Kini terik matahari yang menyengat tengah menampakkan kekuasaannya. Suara-suara bising yang di hasilkan oleh serangga-serangga khas musim panas pun ikut menandakan musim telah berganti.
Taka. Sosok pria yang sudah lama dekat dengan gadis itu masih saja menjadi teka-teki yang sangat sulit di pecah kan. bagi sang gadis, ia masih awam dengannya. Taka masih menyembunyikan hal-hal sepele. ia tetap tak memberitahu Yuta tentang penyakitnya. bahkan ia tak mengijinkan Yuta untuk berkunjung ke kamarnya meskipun hanya sekali.

"ayolah Taka, masa aku tak boleh bermain ke kamar mu?"

"tidak perlu.. aku yang akan menemui mu jika memang kau ingin menemui ku"

Taka menolak tegas sang gadis berkunjung kesana. dan itu pun berakhir dengan bentakan Taka pada Yuta. gadis itu memilih bungkam.

perasaan hangat mengalir saat Taka selalu bersamanya. seperti perasaan rindu yang amat dalam. Yuta merasa tak asing dengan pria itu.

"hihi.." tanpa sadar ia tertawa sendiri dengan 'insiden' 2 hari yang lalu. ketika Taka membantunya berjalan, sulit memang. namun yang membuat Yuta geli adalah bagaimana ia dan Taka jatuh secara bersamaan..

"aaah!!!"

"seharusnya aku yang berteriak!"

"jangan memukulku!"

"sudah tahu aku tak dapat berjalan, namun kau malah tetap saja!"

"ya mana ku tahu.. aku hanya ingin membantu! Uhh~ sakit"

"ahahaha.."

"sudah-sudah, bangun dari tubuh ku! nanti jika ada yang melihat di sangka macam-macam!"

Yuta tersenyum ketika mengingat hal konyol itu. dimana ia yakin bahwa wajah Taka memerah. Jelas saja, karena ia tak dapat bangkit dengan sendirinya, jadi ia harus diam di atas tubuh Taka hingga akhirnya pria itu malah merebahkan tubuh Yuta di sampingnya. Dan setelahnya kata "langitnya cerah ya" telah berhasil menghipnotis sang gadis untuk tenggelam dalam keindahan alam

namun itu 2 hari yang lalu. dan sudah selama itu pula Taka tak mengunjunginya lagi. inginnya ia yang berkunjung ketempat Taka. Mengejutkan pria itu atas kehadirannya. namun, Yuta lebih memilih untuk menunggu. atau, ia akan mendapat bentakan dari Taka lagi.

hal yang aneh juga datang dari papanya dan pria satunya lagi. Reita dan Yuu. Mereka berdua semakin menjaga ketat dirinya. Seperti ada yang di sembunyikan. Ya. Dan entah mengapa Yuta begitu yakin bahwa ini semua ada hubungannya dengan Taka.



* * *



"hei Yuta.." sapa Uruha yang di tuntun Ruki berjalan-jalan.

"hei" Yuta tersenyum simpul. Ruki membantu Uru untuk duduk di sebelah gadis yang kini tengah memperhatikan bunga matahari yang telah mengering.

"Yuta kenapa bawa-bawa bunga kering?" celetuk Uru asal. Yuta menoleh ke arah Uru yang masih setia menatap lurus ke depan.

"ini bunga yang di berikan Taka.." ujarnya sembari terkikik

"ahh benar dugaan ku"

"eh?" sontak Yuta kembali mengeluarkan suara bingung “Uru kenal dengan Taka?”

“tentu saja..”

“benarkah???” Yuta terlihat lebih antusias lagi ketika ia mengetahui bahwa Uruha kenal dengan Taka.

“tentu, aku, Ruki, dan Taka saking kenal.. kami bersahabat telah lama.”

“waaa~h sungguh?”

Yuta menolehkan pandangannya kearah Ruki. Dan pria itu mengangguk-angguk.

“Yuta kenal dengan Taka sejak kapan?” Tanya Uruha. Seolah-olah kemampuan misteriusnya itu telah menghilang begitu saja

“3 bulan lalu..” Yuta kembali memainkan bunga mataharinya lagi “kalau kalian?”

Ruki membentuk angka 5. Uruha pun tersenyum penuh arti. “5 tahun lalu, dan beberapa abad sebelumnya pun telah lama bertemu” kata-kata Uruha tadi membuat Yuta mengunci rapat kedua bibirnya. Beberapa abad lalu? Apa maksudnya??

“maksud mu?” Tanya Yuta takut-takut

“ya sebelumnya kami telah saling kenal”

“aku tak mengerti” Yuta mengerutkan dahi.

“tak ada yang menyuruh mu untuk mengerti kok Yuta-chan” Uruha tersenyum. Ruki memainkan jemarinya menjadi suatu symbol bagi orang-orang yang memang ‘harus’ melakukannya.

“eh?” Yuta lagi-lagi di buat bingung oleh pria mungil itu. Memang ia dapat mengerti apa yang Ruki katakan. Namun tidak maknanya. “apa maksudnya?”

“ahh.. tidak-tidak! Ruki sedang linglung” tiba-tiba saja Uru segera menginjak kaki Ruki yang sedari tadi berada di samping kakinya. Ruki meringis tanpa keluhan. Namun lagi-lagi pria berambut pirang itu mencoba mengatakan sesuatu dengan jemarinya. “RUKI!!!” Yuta kaget ketika mendengar bentakan Uru. Seumur-umur, belum pernah ia mendengar Uruha membentak atau pun berteriak. Apa lagi kini ia membentak adiknya sendiri. Ruki memandang Uruha dengan tatapan—yang tak dapat di jelaskan—dan Uruha pun menghela nafas panjang

“Uru? Ruki?”

“maaf.. tidak ada apa-apa kok..” Uru tersenyum tanpa ekspresi. Yuta bergidik melihatnya. “sepertinya kau jadi ikut terseret ya Yuta-chan”

“Uru, kumohon.. Jangan buat aku semakin bingung dengan bahasa mu itu.. Aku tak mengerti sebenarnya ada apa” Yuta menarik ujung kemeja hitam yang membalut tubuh ramping Uruha. Pria itu masih dengan setia menatap lurus ke depan. “aku tak mengerti dengan yang Ruki katakan tadi.. bahwa Taka sebenarnya itu sudah—”

“berhenti!!”

“tapi..”

“aku yakin kau akan tahu secepatnya..”

“aku ingin tahu tentangnya.. Taka tak pernah mengijinkan ku untuk mengenalnya lebih dalam.. Kau tahu? Sejak pertama aku bertemu dengannya, aku yakin aku telah mengenalnya dalam jangka waktu yang lama.”

Yuta melepaskan gengamannya pada ujung kemeja Uru. Ruki yang tadinya menunduk tiba-tiba saja menoleh kearah Yuta dengan tatapan aneh. Sedang Uru yang biasanya tenang seperti mendengar sesuatu yang lain setelah gadis itu menjelaskan semua tadi. Ruki mulai menggerakkan jemarinya lagi.

“tidak tahu Ru, saat melihatnya tiba-tiba saja semua itu muncul. Seperti perasaan saat bertemu dengan seseorang yang telah lama hilang” Yuta tersenyum pahit. Dan Ruki pun kembali mengajaknya bicara dengan bahasa sendiri

“hentikan Ruki” pinta Uru dengan nada sedikit membentak

“biarkan Ruki menanyakan apa yang seharusnya ia tanyakan pada ku.” Yuta tak menananggapi Uru. “aku tak dapat mengingat apa pun.. lagi pula sepertinya memang aku tak punya kenangan dengannya. Yang ku tahu, perasaan itu muncul dengan tiba-tiba dan begitu kuat. Ahh— aku jadi seperti mengkhianati Yuu” keluh Yuta pelan.

“Yuu tahu tentang kau dan Taka?” Tanya Uru lagi. Yuta menggeleng. “kenapa bisa?”

“akhir-akhir ini ia semakin sibuk.. Seperti tak ada waktu untuk ku. Kalau pun ada, Yuu hanya datang pada malam hari” jelas Yuta “ahaha.. iya kau benar Ru, ia seperti hantu..” sambungnya lagi.

“oooh” Uru ber—ooo—panjang. “Kau sepertinya punya perasaan khusus ke sahabat lama ku itu”

“A—”

“ahaha.. wajah mu merah” ledek Uru. Yuta mengerucutkan bibirnya

“tak lucu!!”

“tapi benar kan?”

“tidak.. aku masih tetap dengan Yuu”

“ohh benarkah?? Bagus bagus..” Uruha mengangguk-angguk. Yuta masih tetap terdiam

“sepertinya kita harus pergi sekarang, ya kan Ruki?” Ruki mengangguk dan segera bangkit seraya memeganggi kakaknya.

“cepatnya~” keluh Yuta

“sebaiknya kau juga masuk.. sepertinya Yuu akan mengunjungi mu setelah” Yuta tak menjawab kalimat terakhir Uruha karena sebelum sempat pria itu telah pergi menjauh bersama Ruki.
“Ck..” Yuta bergumam sendiri


**

“hey Aoi, bagaimana keadaannya?” Reita keluar dari balik tirai yang memisahkan jarak antara tempat tidur pasien dengan ruang kerjanya.

“entahlah.. masih tetap tak bergeming seperti biasa..” Aoi, atau Yuu memandang datar kearah tubuh pasien yang telah lama terdiam dalam mimpinya. “aku penasaran bagaimana cara pria ini menemui Yuta.” Jelasnya lagi

“memangnya sudah pasti ia yang menemui Yuta?” Tanya Reita

“setiap ku tanya pada anak itu pasti ia akan selalu bersikeras dengan jawaban awalnya.” Keluh Yuu

“tak coba kau paksa?”

“sudah”

“lalu?”

“kembali ke jawaban semula..”

“ohh..” Reita membulatkan bibir. Yuu hanya mengangguk “setelahnya bagaimana kau akan memberitahu ia tentang pria ini? Mengingat—yah, sudah lewat 3 bulan sejak awal gadis itu mengaku..” papar Reita lagi

“aku masih tetap percaya bahwa sebelum aku memberitahunya, ia pasti akan tahu..”

“itukan hanya teori Uruha..” bantah Reita

“tapi entah kenapa aku yakin..”

“souka~”

“tapi— ada yang hal yang membuat ku ganjal..”

“apa?”

“aku yakin sebelum bertemu disini, Ia dan Yuta sudah mengenal satu sama lain”

“tidak mungkin. Kau tahu kan kalau aku kenal semua temannya.. dan aku yakin tak ada nama pria ini di daftar temannya” Reita menjelaskan. Yuu mengeleng

“ini hanya firasat”

“kau bukan paranormal maupun cenayang”

“lagi pula tak ada hubungannya dengan cenayang Rei!”

“yah, di hubung-hubungkan saja” jawab Reita asal

“haa~h.. aku pergi saja ke tempat Yuta” Yuu dengan cepat segera melengos pergi dari kamar pasien itu. meninggalkan Reita yang malah asik mengamati wajah sang pasien. Bergumam sendiri dan akhirnya juga pergi begitu saja.

**

Yuta’s POV

Aku memandang ke bukit yang sangat jelas terlukis dari jendela kamar ku. Tempat dimana aku di ajak menikmati angin bukit dengan pria selain Yuu dan papa. Anehnya hari-hari itu berlalu begitu saja. Dan berkenalan dengan Taka seperti angin lalu. Yah, aku tak mengenalnya dengan baik. Hanya nama. Tapi seperti ada sesuatu yang membuat ku begitu tertarik dengannya. Sesuatu yang seharusnya dapat ku ingat dengan baik.

TOK TOK

Suara ketukan di pintu membuyarkan seluruh lamunan aneh ku. Menoleh kearah pintu untuk menebak siapa yang mengetuk. Dan setelah suara dari pria yang ku kenal terdengar dari luar sana, aku pun segera mempersilahkannya masuk.

“hei..” dengan lembut ia tersenyum pada ku. Aku membalas senyumnya dan kembali menatap kea rah bukit. Ku dengar langkahnya mulai mendekat kea rah ku “masih memikirkan Taka?”

“ya.. eh, tidak juga” entah kenapa aku malah mencoba untuk berbohong padanya.

“ohh begitu.. memangnya hari ini ia tak datang?”

“tidak— ahh kenapa jadi membahasnya?” aku mengalihkan pandangan ku ke wajahnya. Ahh— pria ini makin kurus. “kau tidak menjaga kondisi badan mu ya?”

“ahaha.. ku jaga kok. Tapi entah mengapa aku merasa akhir-akhir ini semakin sibuk..” Yuu terawa kecil dan mengelus kepala ku. Sudah lama ia tak melakukannya.

“uso.. kau semakin kurus! Apa kau masih mabuk-mabukan?” Tanya ku menyelidik

“hey! Kenapa jadi kesana?”

“habis aku kan sudah lama kau telantakan!” ucap ku sembari menggerutu

“maaf”

“ahh sudahlah.. tak perlu minta maaf” haah~ kenapa aku jadi bersikap menyebalkan begini?

“kau kenapa?”

“tidak kenapa-napa”

“uso..”

“tidak”

“kalimat dan ajah mu berkata lain..” Yuu mencubit pipi ku.

“wajah ku memang begini”

“kau akan mengerutkan dahi jika sedang berpikir atau perasaan mu berkecamuk” kali ini telunjuk pria ini meyentuh kening ku. Tepatnya di tengah-tengah kedua alis ku.

“sakit!!” aku memukul tanganny. Yuu terkekeh “dasar dokter sombong! Bisa-bisanya pasien mu yang ini kau lupakan!”

“ternyata benar kau marah!” Yuu lagi-lagi tertawa melihat tingkah—tak jujur—ku

“aku hanya protes!”

“tapi kan ada Taka..”

“kenapa jadi bawa Taka?!” jawab ku lagi dengan ketus. Kenapa sih makhluk satu ini?!

“tidak.. haha~ yah, aku beruntung kau tidak kesepian selama aku tak ada..”

“kau yakin?”

“tentu!”

“kalau begitu kau bodoh!” aku menjalankan kursi roda ku kearah kasur. Mengambil setangkai bunga matahari yang sudah lama hancur. Dan tanpa kata ku segera menggerakkan oda-roda yang membantu ku berpindah tempat ini ke arah pintu.

“tak sopan~ aku baru datang kau sudah mau pergi”

“entah kenapa makin lama kau makin menyebalkan Yuu..”

BLAM

Suara pintu di tutup. Haa~ sebenarnya aku ini kenapa? Kenapa aku malah dingin seperti itu kepadanya. Lagi pula kenapa Yuu sama sekali tak memikirkan perasaan ku sih? Kenapa dia bodoh sih? Ugh!! Aku aneh.

Dengan cepat aku mendorong kursi roda ku. Entah kemana, apa menjelajahi rumah sakit ini? Atau—

“no. 444”

Lagi-lagi aku bergumam se’enaknya. Dan untuk apa aku malah ke kamar ini? Bukankah Taka sudah melarang ku?

“kenapa tak masuk?”

“eh?” aku menoleh ke arah Yuu yang sudah berada di belakang ku. “bu-bukan urusan mu!” aku menunduk. Sial. Aku kepergok pergi ke kamar ini dengannya.

“aku tak mengerti ada apa, tapi aku tahu ini kamar milik pria itu.”

Hening. Aku tak membalas perkataannya. Yang kulakukan hanya terdiam dan menunduk.

“kau tak jujur Yuta..” Yuu kembali mengejek ku. Tapi kali ini. Diam adalah hal yang tepat. “lebih baik kau masuk.. aku tahu Taka sedang menunggumu di dalam..”

“tidak.. aku tak akan melanggar janji ku pada Taka. Ia tak mengijinkan ku masuk”

“kenapa begitu?” nada suara Yuu mendadak berubah

“entahlah”

“tapi— aku memaksamu untuk masuk”

“kenapa malah kau yang memaksa ku?” aku memandang wajah Yuu dengan tatapan bingung.

“karena kau harus bertemu Taka secepatnya.” Yuu tersenyum pahit saat melihat ku. Sebenarnya ada apa sih?! aku tak mengerti!

Yuu berjalan kea rah ku. Ah tidak! Lebih tepatnya ke arah pintu kamar no.444 itu. pemisah jarak antara aku dan Taka. Err— sepertinya.

“ayo masuk..”


*


Author’s POV

Yuu membuka pintu kamar itu. namun hanya beberapa senti sehingga keberadaan di dalamnya masih misterius. Yuu meyakinkan Yuta agar masuk ke dalam. Ia berpikir bagaimana pun Yuta harus secepatnya mengetahui keberadaan Taka. Dan dari situlah gadis itu akan tahu apa penyebab Taka menghilang.

“ayolah Yuta..”

“tidak mau”

“kenapa kau begitu keras kepala?” Yuu mengarik nafasnya dalam-dalam. Memandang wajah Yuta yang memancarkan ekspresi ketakutan

“aku tak tahu.. tapi aku tidak mau masuk..” Yuta memegang erat kedua bahunya.

“aku tak tahu mengapa kau menjadi seperti ini, tapi kau harus masuk! Taka yang sesungguhnya menunggu mu di dalam”

“tidak mau! Aku mohon Yuu jangan memaksa ku.. jangan!!!!” Yuta menjadi histeris ketika Yuu menarik lengannya dengan tiba-tiba. Gadis itu menjerit tak terkendali dan tiba-tiba saja jatuh pingsan. Yuu terlihat kaget dengan kelakuan Yuta yang mendadak menjadi aneh.


NYUT


“ugh!!"


BRUK!!


Yuu pun tiba-tiba saja juga ambruk setelah beberapa menit Yuta tak sadarkan diri. Ia menoleh. mencari sosok yang tak ia lihat.

"Ta-taka?? Takashi?!”


TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar