Jumat, 30 Juli 2010

sakura no ame (fic narsis *again?*) chap 1

title : sakura no ame

author : yuta ‘uke’ yutaka

chap : 1/??

beta : no one..

genre : romance, drama, hospital life, gaje

disclaimer : I own this story.. XDD

pairing : with OFC..

warning : narcissism fic *again??*, OOC, unbetaed fic, misstype, GAJE.

A/N : fic ke~~~ eeto,, fic ke berapa ya?? *gubrraakk* pokoknya fic baru deh,, baru di buat, baru kepikiran, baru di post~ mudah-mudahan TAMAT!!!!! *author bego* don't read it if you don't like fanfic or you don't like narcissism fic.. but, if you want, feel free to read it.. but don't forget to give me any comments.. ><' udah lah gitu aja basa basinya~ saa..

douzo...





* * *




8 mei 20xx

sore hari yang hangat. sinar matahari memancar lembut menerpa pepohonan hijau dan terhiasi dengan harum musim yang telah berganti menemani tiap langkah kecil para pasien rumah sakit no.666

"hei hei jangan berlarian di koridor!!!" terdengar suara seorang wanita yang cukup familiar bagi para anak-anak nakal di rumah sakit itu.

"uwaaa~ suster hazu marah lagi! ayo kabur!!"

"dasar anak kecil!" hazu mendengus kesal di iringi suara kekeh'an dari gadis di sampingnya.

"ahaha,, hati-hati nanti cepat tua!"

"hmm?" ia hanya sibuk ber-hmmmm- ria untuk menjawab pernyataan gadis itu. Mata bulatnya sibuk menerawang ke arah hamparan taman berwarna hijau dan tersenyum kecil setelah mendapati sosok yang ia cari.

"PAPAAAAAAAA!!!"

"URUSAI YUTA!"

"ittai!!" gadis yang di-pastikan-bernama-yuta-i
tu dengan sangat tiba-tiba berteriak memanggil-papa-nya. membuyarkan segala pemandangan indah yang hazu pandang. dan tanpa sadar wanita itu memukul kepalanya.
“dasar berisik!” hazu mencibir.

"ma, papa rei melambaikan tangan tuh" yuta menunjuk reita yang sedang mengisyaratkan agar mereka berdua ketempatnya.

"tapi sudah waktunya kau beristirahat.." hazu menggeleng. Karena yuta seharusnya memang sudah di pastikan berada di kamar pada jam-jam seperti ini. Jika tidak. Dokter pribadinya pasti sibuk mencari. Dan itu merepotkan

"ga mau!! papa memanggil, itu juga ada ruki serta uru. suster camui dan dokter arisa juga ada!" yuta mencibir. Hazu tahu benar kalau anak ini sangat keras kepala. seperti reita mempunyai pendengaran tajam, ia pun berteriak.

"kondisi anak itu sedang bagus, tak ada salahnya mengajak ia menghirup udara luar sebentar lagi!"

kedua gadis yang masih tepat berada di samping jendela menoleh ke arah reita. Yuta tersenyum menang.

"tuh kan ma~ ayo cepat kita kesana" tanpa memperdulikan ucapan yang akan keluar dari mulut hazu, yuta segera pergi dengan susah payah. hazu pun menggeleng lemah dan segera menghampiri yuta

"lepaskan tangan mu dari situ, biar mama antar"

"hehe,, mama juga sebenarnya ingin bertemu papa kan?!"

"urusai!!"

yuta terkikik lagi melihat kelakuan-mama-nya. hazu pun membawa yuta dengan malas.




* * *




hazu's POV

"hhhhh~"

aku menduduk'kan tubuh ku di sebuah kursi panjang berwarna coklat. Kursi yang juga menopang seorang pria cantik bernama uruha. Uruha terlihat asyik berkutat dengan lukisannya.
“ayooo ruki~!!!”

suara berisik yang di hasilkan yuta sepertinya membantu untuk mencairkan suasana.
kupandangi gadis itu dengan datar. ahh~ apa sebaiknya ku panggil dengan sebutan-putri-kecil-nya reita? aku sebenarnya masih tak percaya reita mempunyai seorang anak yang berisik seperti yuta. Eh? Lalu, bukankah itu tak perlu kupikirkan?

"melamunnya seru sekali suster." aku menoleh ke pemilik suara tepat di samping ku. Aku yakin ia mengajak ku berbicara meskipun matanya tetap menatap kosong kearah lukisannya itu.

"ahaha, yah begitulah.." tertawa datar. Sepertinya hanya itu yang dapat ku lakukan. sial, aku ketahuan melamun.

"ohh~"

uruha membulatkan bibirnya sembari tetap melukis pemandangan di depannya. sesungguhnya seram juga sih mengetahui kenyataan bahwa ia dapat mengetahui apa yang sedang kulakukan dan ia melukis layaknya itu hal biasa. yah, bagaimana pun uruha sebenarnya. buta permanen.

"kenapa lagi suster?"

"eh? ahh! tidak.."

ya. uruha itu menakutkan.

"oke, uru, waktu hari ini cukup sampai disini. sudah waktunya kau kembali ke kamar.."

arisa. atau lebih tepatnya dokter arisa memaksa uruha untuk kembali ke kamarnya. dan terlihat jelas bibir sempurna miliknya itu mengkerucut. aku tahu benar pria berparas tinggi semampai itu amat sangat yakin tak dapat melawan sang dokter. aneh, padahal uruha jauh lebih tua dari dokter arisa mungil itu.

"ya baiklah.." tangannya yang panjang dengan segera merapikan alat-alat lukisnya. Aku dengan sigap memcoba membantunya. Namun itu sepertinya tak perlu.

"aku duluan ya.."

masih ada sedikit rasa takut ku pada uruha yang memang sosoknya sangat misterius. Berbicara seperlunya, dan hanya menurut pada dokter itu. kulit uruha pucat. Ku tahu itu karena ia jarang keluar untuk mendapat sinar matahari yang cukup.
“daa~h uru” yuta melambaikan tangan padanya. Dan uru membalasnya.
“dah yuta” pamit uruha dan ia pun segera pergi dari tempat kami di tuntun atau lebih tepatnya di ikuti dokter arisa.

"naah. kalau begitu, ruki. kau juga harus kembali.. ayo pamit dulu pada yang lain"

suster camui menepuk pelan pundak ruki yang usianya 1 tahun di bawah uruha. ruki. pasien penderita gagal ginjal dan kebisuan yang sudah pasti menjadi pasien tetap rumah sakit ini. wajah tembam dan sedikit pucat miliknya menampak kan senyuman hangat.
“yaaaaaa~h ruki pergi juga?” yuta merengek. Kebiasaan buruk gadis itu. ruki mendekati yuta dan mengelus kepalanya. Setelah melalukan itu ia pun segera berlalu.

"huwaaaa?? aku di tinggal deh?!" yuta melanjutkan rengek’kannya

"mereka sudah lumayan lama disini.." jawab reita yang sedari tadi sibuk memijat telapak kaki putri tunggalnya itu.

"begitu ya?" perasaan ku saja, atau memang jika sudah berada di sisi papa nya itu, gadis ini menjadi lebih ke kanak-kanak'an.

"kan masih ada aku dan mama.."

"jangan panggil aku dengan sebutan itu disini!"

"ihh mama malu~" ledek yuta. reita hanya terkekeh kecil. Sialan kalian.

"nah, yuta, apa kau merasakan sesuatu?" tanya pria berambut pirang itu. sepertinya ia sedang mengecek perkembangan pasien setia rumah sakit ini.

"tidak" jawab yuta sedih

"hmm begitu, jadi. mau mencoba terapi disini?" tanya reita dengan lembut.

"eh? tapi kan belum ada ijin dari dokter aoi?" aku terkejut dan mencoba mencegah apa yang akan reita lakukan.

"tidak apa, semakin sering terapi pasti akan cepat sembuh" jawabnya. aku pun hanya dapat melihat reita menuntun yuta untuk berjalan. padahal putrinya itu di pastikan lumpuh permanen.

"pa-papa, aku ga bisa.." yuta terlihat frustasi namun tangannya masih tetap menggenggam lengan reita dengan erat. aku tahu ia sedang berusaha keras. Meskipun ia hanya tetap berdiri di tempat dengan susah payah.

"tenang, coba langkahkan kaki mu.."

"g-ga bisa.." yuta menjawab lirih. haaaah~ benar kan.. tak ada kemajuan dari yang sebelumnya.

"ayolah, kau pasti bisa"

reita menyemangati. aku mengamati raut wajah gadis berumur 16 tahun itu. seperti biasa saat melakukan terapi, wajahnya akan terlihat begitu frustasi.

"papa~" yuta memanggil reita dengan begitu lemah atau lebih tepatnya hamper tak bersuara. ahh, gadis cengeng.

"aku coba lepas ya, satu, dua, ti--"

GUSRAAK!!

"yutaaa!!!" dengan sigap aku segera menghambur ke arahnya. astaga, apa yang kau lakukan pada putrimu itu bodoh?! yuta terjatuh begitu keras dan tiba-tiba. namun sepertinya langkah ku kalah cepat.

"hey rei! apa yang kau lakukan pada pasien ku yang manis ini?"

"do-dokter?" dalam hitungan detik dengan sangat tiba-tiba yuta telah berada di pelukan dokter aoi. atau lebih tepatnya di gendong ya?

"wah, ternyata belum bisa.." reita menggaruk-garuk pipinya yang tak gatal. ingin rasanya ku pukul pria itu.

"dasar kau! apa ada yang sakit?" aoi mendudukkan kembali pasiennya ke kursi roda dan membersihkan lutut yuta dengan saputangan birunya. yuta hanya menggeleng.

"benar?" tanpa sadar aku mengulangi pertanyaan aoi dalam kalimat yang berbeda. yuta memandangi ku dan mengacungkan jempolnya.

"aku baik-baik saja ma.." ia tersenyum. ya setidaknya membuat ku lega karena gadis yang-memang adalah putri ku-itu tidak terluka.

"awas kau rei!"

"wah hazu, tenang saja. yuta baik-baik saja kan?" reita terkekeh sembari mengacak-acak rambut yuta. anak itu kembali mengacungkan jempolnya.

"seharusnya kau mengikuti jadwal ku jika ingin terapi.." aoi mencubit hidung yuta.

"huwaaa~ hitu halah papih.. hadhuuh shakhit!" jawab yuta dengan kalimat aneh serta pukulan pelan di tangan aoi.

"dasar kau rei!" pria yang sejajar dengan uruha itu melirik tajam ke arah reita. sedang yang satunya hanya membuat tanda 'peace' di kedua tangannya. “apa kau menghilang dari kamar mu juga karena makhluk pesek itu?” aoi menunjuk rei yang berada di belakangnya dengan jempol kanan.
“brengsek kau aoi..” umpat reita kesal. Tak terima kalau kenyataan itu di umbar. XDDD

"iya, maaf dokter~" yuta hanya bisa-nyengir-ke arah aoi.

"ya sudahlah..” tapi sebagai gantinya temani aku jalan-jalan ya.."

"ehh??"




* * *




yuta's POV

ahh~ harum musim yang paling nyaman. aku memandangi sekelilingku dengan tatapan kagum. begitu indah. inginnya aku berlari, tapi sayangnya tak bisa.

"ingin duduk disana?" suara khas milik pria di samping ku membuyarkan seluruh lamunan bodoh tadi. aku memandang ke arah pohon sakura yang menjadi jantung rumah sakit ini. namun karena letaknya yang cukup jauh membuat pohon menawan itu sepi.

"sepertinya menyenangkan.." jawab ku singkat. dan dengan segera pria berambut hitam seperti milikku melakukan hal yang biasa ia lakukan. mengendong ku. dan setiap itu pula aku merasakan wajah ku memanas. lengannya dengan lembut melingkar di pinggang dan lutut ku. dapat ku hirup aroma rokok dan wewangian yang selalu menjadi ciri khasnya.

"yak.." dengan perlahan ia mendudukkan ku di bawah pohon. sangat nyaman. "akhirnya aku bebas!!!" ia merentangkan kedua lengannya ke atas. aku terkekeh kecil melihat tingkahnya. tak mencerminkan seorang dokter profesional.

"sepertinya kau lelah sekali dok.." ejek ku. dokter yang telah lama berteman dengan papa ku itu menoleh dan mengangguk mantap.

"sangat!" jawabnya. ya ampun, aku benar-benar di buatnya geli. namun, sepertinya aku harus bahagia. karena semua sisi lainnya hanya aku saja yang tahu.

"rasanya aku ingin berhenti saja menjadi dokter" ia mengubah posisinya. tubuh ramping itu tertidur di hamparan rumput di samping ku.

"eh? kok begitu? jangan dong yuu.."

yuu. shiroyama yuu. itu hanya nama yang boleh ku pakai jika ingin memanggilnya. sedang yang lain memanggilnya aoi. sepertinya sudah menjadi rahasia publik jika aku dan yuu memang mempunyai hubungan khusus.

"kenapa? sedih ga ada yang memeriksa mu lagi?" yuu memandang wajah ku dengan tatapan menyebalkan. ia menggoda ku lagi.
"eh? bukan begitu.. aku hanya kasihan pada mu jika tak punya pekerjaan"

"kenapa harus kasihan?" tanyanya dengan ekspresi bingung.

"karena aku dapat membayangkan kau akan menjadi gelandangan yang tidur di bawah jembatan atau jalanan.. ahaha,," aku tertawa. "ahh itu cocok untukmu"

"hey!!"

"aduh" yuu mencubit hidung ku lagi. senang sekali yuu membuatnya memerah. "sakit!!" aku memukul tangannya sekali lagi untuk hari ini.

"katanya kau ingin punya hidung yang mancung seperti ku? ahahaha"

"brengsek kau yuu." aku mengumpat. "ya hidung mu memang maju, tapi bibir mu lebih maju lagi" balas ku.

"wah, wah,, mulai kan?! dasar pesek!!" yuu mendudukkan tubuhnya agar lebih leluasa jika ingin mencubit hidung ku lagi.

"bibir maju! pesek itu papa! bukan aku.." aku menjulurkan lidah.

"ckkk.. dasar anak durhaka."

"biar saja!!"

"anak durhaka harus di hukum~"

"kyaaaa!!!" aku terkejut ketika jemari yuu menyentuh leher ku. bagian yang sanggup membuat ku mengucapkan kata~ "ahahahaha ampun!! yuu ampun!!"

"belum, belum.." dengan lihainya ia membuat seluruh bulu kuduk ku berdiri. aku tertawa keras hingga mengeluarkan air mata, dan tanpa sadar kepala ku telah bersandar di dadanya. "eh? siapa suruh kau memelukku?" yuu memukul kepala ku. aku menghela nafas karena ia telah berhenti menggelitik ku.

"siapa yang meme-- hoii!!" aku meronta ketika ia menahan tubuh ku yang akan melepaskan diri darinya.

"sudah diam saja, aku sedang memulihkan tenaga nih.." bisik yuu tepat di telinga ku. ia mempererat pelukannya dan dapat ku dengar dengan jelas degup jantungnya yang jauh dari normal.

"ehehe~" aku pun membalas pelukannya erat. degup jantung itu sangat manis untuk ku. ia berdebar. ahh, aku menyukai pria ini.
“kyahahahahaha~~”
“ehh yuu!! Ada pasien lain!!” aku tersentak kaget melihat bocah-bocah kecil yang cukup jauh dari tempat kami berlarian. Rasanya iri.
“biar saja.. mereka masih anak-anak, tak mengerti apa-apa..” bantah yuu. Ia menarikku agar lebih mendekat dengannya.
“aku—aku juga ingin berlari seperti itu.. rasanya pasti menyenangkan” tanpa sadar kalimat tadi terucap se’enaknya dari bibir ku. Aduh!!
“kalau kau berusaha, kau pasti bisa..”
“ya aku tahu, ribuan kali kau mengatakannya pada ku..”
“lah? Memang iya kok, kalau kau berusaha aku yakin kau mampu”
“tapi apa kau tak tahu bagaimana perasaan seseorang yang telah di tetapkan lumpuh permanen?!?!” kali ini aku berhasil melepaskan diri dari pelukannya. Bodoh! aku kambuh lagi.
“hhh~ jadi kau mau menyerah?” yuu menatapku sembari tersenyum. “kalau seperti itu, ya sudah” kalimat tadi sungguh menyesakkan. Bagaimana bisa pria yang selalu menyemangatiku itu berkata seperti itu?!
“aku---“
“tapi kalau untuk ku pribadi, aku masih akan tetap memberikan latihan-latihan khusus agar kau dapat sembuh..” kalimat ku terhenti saat ia mengatakan hal itu.
“yuu?”
“hoalaaaaah???? Mengapa aku jadi men-dramatisir seperti ini ya?! Sudah-sudah~” ia merubah raut mukanya yang tadi serius menjadi lunak kembali. “ehh?! Yaaa~h nangis deh!” tanpa ku sadari air mata ku sudah tumpah seriring dengan usapan lembut tangan yuu yang menyapu rambut ku.
“hiks”
“aduuuu~h nanti aku yang kena marah reita..” ucap yuu mencoba menenangkan ku yang sepertinya malah semakin menjadi.
BRUUK~
Tanpa persetujuan yuu dan aba-aba, aku menunbrukkan kembali tubuh ku ke tubuh yuu yang hangat. Memperlihatkan sisi lemah ku yang hanya di ketahuiNya dan yuu. “arigatoo” ucap ku pelan.
“dasar merepotkan!!” yuu memukul kepala ku pelan. Aku semakin mempererat pelukanku. Dan ku rasakan bibirnya menyentuh puncak kepala ku. “sudah, ayo berhenti..”
“hiks, ga bisa..” jawab ku lagi.
“ckck~ ya sudahlah..” yuu akhirnya menyerah dan membiarkan ku menangis kembali dalam pelukannya. Entahlah sudah berapa banyak aku melakukan hal ini. Memperlihatkan sisi lemah ku padanya. Dan entah sudah berapa puluh atau mungkin ribu kata yang yuu berikan agar aku tak menyerah. Agar aku tetap tersenyum agar dapat mendapat impian ku itu.
ku lirikkan kepala ku ke samping karena dada yuu yang hangat semakin membuat wajah ku panas. "he?" aku berbisik pada diri sendiri setelah melihat seorang pria bertubuh lebih tinggi dari yuu dan berkulit putih menatap datar ke arah kami. "si-siapa?!" reflek aku melepaskan pelukan yuu dan menoleh semakin dalam ke arah pria itu. wajah yang tak pernah ku lihat sebelumnya. pucat, dan hampa.

"kenapa yuta? Kau selalu bergerak tiba-tiba. Membuatku kaget" yuu menggembungkan pipinya. aku mengalihkan pandangan ku lagi ke arah yuu.

"itu, ada seorang pria disa--- hah?!"

"mana?" yuu segera menoleh ke arah telunjukku mengacung atau tepatnya pria tadi berdiri. "tidak ada siapa-siapa.."

"ta-tadi ada" jawab ku terbata. tak mungkin aku salah lihat. tatapan mata yang teduh namun kesepian itu.

"halusinasi mungkin.." ucap yuu.

"tak mungkin.. tadi benar ada!" aku tetap bersikeras tentang pria tadi. wajahnya tampan, namun---

"ya ya baiklah.." yuu terlihat menyerah agar tak berselisih pendapat dengan ku. "tapi, karena dari tadi kau selalu bergerak tiba-tiba, energi ku belum terisi penuh nih.."

"lalu?" pandangan ku masih saja teralih ke arah pria itu berdiri. dan~ "gyaaa!? apa yang kau lakukan?!" aku terkejut ketika merasakan sesuatu yang ku yakin adalah bibirnya mendarat pelan di pipi ku.

"isi ulang tenaga.." yuu tersenyum mengejek. ia pasti akan menertawakan wajah ku yang memerah ini.

"se'enaknya saja!!"
"hehe~ satu lagi ah.." yuu memperpendek jarak wajah ku dan wajahnya. aku menutup mata ku. antara tak dapat melawan dan tak dapat kabur. semakin ku rasakan nafasnya menampar bibir ku lembut. GYAAAA!! tunggu!!

PLAAAK!!!

"aduhh!"

"kau apakan putri ku hah?!"

"papa!!" aku membuka mata dan mendapati papa telah berdiri di belakang yuu yang kini tengah memegangi kedua pipinya yang merah. 'pasti di tampar papa' batin ku.

"waktunya istirahat yuta.." kali ini suara mama yang terdengar di belakang ku. dengan sigap papa berjalan dan menggendong ku ke kursi roda.

"hei! aku kan baru sebentar sama yuta..” suara yuu yang menjauh. ternyata ia di seret papa untuk kembali bekerja. yah, memang waktu istirahat sudah selesai sih. Apalagi sudah menjadi cukup sore.

"kerja kerja~" suara papa pun terdengar samar. aku hanya dapat terkekeh kecil. Dua orang itu memang benar-benar tak mncerminkan dokter handal.

"lalu? apa dokter urakan itu melakukan hal aneh pada mu?" aku mendengar mama menekan kata aneh menjadi lebih keras.

"ahaha tidak.." aku mencoba membuat dada ku ini berdebar normal kembali. Dasar yuu bodoh!

"baguslah.. sekarang kita kembali ke kamar." mama mendorong kursi roda ku menjauh dari pohon sakura itu. dan sekali lagi ku tolehkan kepala ku ke arah pria misterius tadi.

"mungkin benar halusinasi.."




* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar