author : yuta ‘uke’ yutaka
chap : 2/??
beta : no one..
genre : romance, drama, hospital life, gaje
disclaimer : I own this story.. all character?? i hope i can own them.. *plaak!* XD
pairing : with OFC..
warning : narcissism fic *again??*, OOC, unbetaed fic, misstype, GAJE. Seiring berjalannya cerita akan ada karakter tambahan
A/N : di bawah aja!! ^^b ,, okai minna~
douzo...
* * *
9 mei 20xx
"haaah~"
pagi hari yang begitu sepi. hanya kicau burung dan suara canda angin yang bersahutan membuka kesunyian pagi. tentunya suara hela nafas panjang juga memecah kesunyian.
"ahh,, bosan!!"
BRAAK!!
yuta menabrakkan kursi rodanya ke dinding bawah jendela. gadis itu benar-benar tak perduli dengan apa yang sedang ia lakukan.
"aku bosan.. bosan.. bosan!!"
BRAAK. BRAAK. BRAAK
berkali ia menyebabkan bunyi gaduh yang saat ini belum di dengar seorang. Karena pasti seseorang itu akan meneriakkannya untuk berhenti.
“ehh??” tiba-tiba saja matanya menangkap sosok pria yang kemarin membuatnya di katakan berhalusinasi.. "kau?"
yuta berbisik kepada dirinya saat kedua bola mata coklat milik pria di taman bawah itu menatap datar ke arahnya. tatapan mata itu tak berlangsung lama. pria berambut lumayan panjang yang menarik perhatiannya memalingkan wajah dan melangkahkan kaki hendak pergi sebelum akhirnya yuta pun berteriak.
"HEY!! JANGAN BERANJAK DARI TEMPAT MU!!"
dan sepertinya itu berhasil. ia menoleh ke arah yuta lagi dan tersenyum tipis. tanpa yuta sadari wajahnya memerah dan ia segera membawa kursi roda itu ke taman.
* * *
yuta's POV
dengan tergesa ku percepat laju-kendaraan-pribadi-ku hingga maksimum. bersyukur papa telah menggantinya dengan yang lebih canggih kemarin malam. dan itu kini memudahkan ku.
lagi. harum serbuk bunga kembali tercium ketika pintu rumah sakit terbuka mengarahkan ku ke tempat 'dia'. Dengan berbalutkan piyama hijau kotak-kotak dan jaket hitam panjang aku nekat menemuinya. entah mengapa perasaan ini begitu kuat. padahal aku tak tahu ia siapa.
NGIING.
aku mulai mengurangi laju kendaraan ku dan terlihat jelas pria yang tak ku kenal itu menyadari keberadaan ku. ia memutar tubuhnya menghadap ke arah ku.
"kau, yang kemarin kan?" tanya ku gugup. entah mengapa aku berdebar ketika menatap wajahnya. bibir tipisnya menggariskan senyuman simpul. ia mengangguk kecil. "mengapa kemarin kau menghilang?"
sekali lagi ia hanya tersenyum. terlintas sesuatu di benak ku. apa dia---
"jika kau sedang memikirkan bahwa aku bisu seperti ruki, maka kau salah."
eh? bagaimana dia tahu?
"bagaimana aku tahu? tak penting"
astaga?! jangan katakan bahwa kau mempunyai kekuatan magic?
"hmpph.." aku melihatnya menahan tawa. “pemikiran konyol untuk seorang putri keluarga suzuki”
"hey! jangan membaca pikiran seorang gadis!! itu tak sopan.." ucap ku dengan pipi yang menggembung. ia pun segera menghentikan tawanya. wajahnya tersenyum, namun mata itu, sangat memancarkan ekspresi kesepian. "jadi, kau sendirian? mana suster atau dokter?" Tanya ku
"aku tak suka keberadaan mereka.. sendiri lebih baik"
"aneh.." bisik ku.
"aku tak seperti mu yang selalu di kelilingi mereka. papa dan mama mu, serta dokter itu.." ia masih tetap tak bergeming di pijakan tempatnya berdiri. ada sedikit perasaan aneh ketika ia mencoba mendeskripsikan yuu.
"hmm? kau melupakan uruha, ruki, suster camui, dan suster arisa juga." Jawab ku sembari memainkan roda kendaraan ku. “dan juga suster lalu teman-teman ku yang lain~”
"ya terserah saja.."
SINGG..
hening di antara kami berdua. jelas saja aku sedikit canggung, pria di hadapan ku ini pasti usianya tak jauh dari yuu. sepertinya 24 tahun. semakin ku perhatikan wajahnya, semakin jelas guratan-guratan yang mempertegas akan ketampanan pemiliknya. dan aku menyadari bahwa ia lebih tampan dari yuu. ahaha, maafkan aku yuu.
"kenapa? kau jatuh cinta pada ku?"
"ehh?! apa maksud mu!?"
aku terkejut ketika ia mengatakan hal konyol itu. pasti ia membaca pikiran ku lagi.
"maaf, itu ku lakukan tanpa sadar.."
"uhh, kau menyebalkan!" aku lagi-lagi mengerucutkan bibir dan pastilah itu membuat tawanya menjadi-jadi.
"gadis aneh.."
"kau!"
"eh? apa kau buta? bahkan uruha saja dapat mengetahui aku pria.."
"kau teman uru?"
"tidak, hanya aku yang mengenalnya secara sepihak."
"eh? Maksudnya?”
“ya begitulah..”
“ohh.. jadi? kau menyukai uruha?" ledek ku.
"jika iya, itu tak membuat mu cemburu kan?"
"brengsek.." umpat ku
"gadis kecil tak di perkenankan berbahasa kasar"
"jika itu di tujukan untuk mu maka aku akan di perkenankan.."
"benarkah? wah, bagus itu.."
"terserah saja lah" mengapa makhluk di depan ku ini menyebalkan?
"haha.." ia tertawa. entah sudah berapa kali ia melakukan itu. "baiklah yuta, sepertinya aku harus pamit dulu untuk sekarang" ia melirik ke arah arlojinya.
eh? Dia, tahu nama ku.. "lho? ada apa? kau tersinggung dengan sikap ku?" dengan takut ku coba untuk menanyakan hal itu. beruntung ia menggeleng. "mengapa begitu tergesa? Ada terapi atau pengobatan?” dan sekali lagi ia hanya menggeleng. “lalu kau akan kemana?”
“entah.. mungkin mengurung diri di kamar”
“ahh!! Itu membosankan”
“ya, aku biasanya melakukan itu”
“ba-bagaimana kalau, te-temani aku saja.." lho? Bibir ini dengan se’enaknya saja mengucapkan kalimat bodoh itu. lihat yuta! Ia jadi mematung seperti itu kan?!
"...."
"a- aku sendirian, maka menurutku lebih baik jika mencari teman,," jelas ku akhirnya.
“baiklah jika kau ingin teman” tanpa sadar aku tersenyum senang mendengarnya. Ia berjalan kearah ku dan memegang kedua-tangan-dari kursi roda ku. “kau ingin kemana?” tanyanya.
“entahlah~ kau tak punya tempat kesukaan??” Tanya ku balik.
“hmm~ tapi tempatnya sedikit terpencil..”
“kalau memang begitu tak ada salahnya kau tunjukkan..”
Ia pun mengangguk setuju sebelum akhirnya kursi roda ku berjalan mengikuti arah kakinya melangkah.
**
Author ‘s POV
Setelah beberapa menit berjalan, pria bertubuh lumayan tinggi itu menghentikan laju kursi roda yuta di sebuah kaki bukit kecil yang memang tak jauh dengan rumah sakit no.666. terlihat jelas mata kelabu milik gadis berisik itu memancarkan cahaya takjub. Rerumputan yang masih sedikit basah dengan air embun. Wangi aroma musim yang begitu khas. Terdapat beberapa batang bunga matahari yang cantik. Dan terlebih tempat ini begitu sunyi.
“ya, disini..” suara berat pria itu terdengar begitu ceria. “bagaimana?”
“cantiiiiiiiiiii~k!!!!!!!”
Yuta sepertinya begitu semangat. Apa karena sudah lama ia tak di ajak keluar?
“syukurlah kau suka,,” jawab pria itu lembut.
“selama tidak berwarna biru aku pasti akan suka,,” yuta mengacungkan jempol dan makin asyik meneliti kucing hitam yang berada di balik pohon. “kucing!!” teriaknya
“namanya hime..”
“lho? Peliharaan mu?”
“tidak, hanya kucing liar yang selalu ada di tempat ini.. maka dari itu lebih baik ku beri nama saja..” jelasnya panjang lebar sedang yuta hanya ber-ooooo-panjang.
“tempatnya memang sangat terpencil~ tapi indaaaaaaaaaah..” yuta berdecak kagum.
“aku lebih suka tempat sepi,,” ia berjalan pelan menghampiri hime yang masih bersembunyi di balik pohon. Mungkin karena hime melihat ada sosok asing yang tiba-tiba datang
“ternyata kau memang penyendiri…” bisik yuta.
“tak usah berbisik, aku mengetahui semua..” teriaknya. Yuta pun terkekeh. Memang tak ada satu pun yang dapat ia sembunyikan. Sempat terbesit suatu perasaan aneh di hati gadis itu mengapa ia begitu penasaran dengan sosok yang sedang bermain dengan hime itu. “kau baru mengenal ku hari ini.. jangan terlalu banyak berpikir, nanti kau botak!”
“kau memang sialan!!” umpat yuta kesal. Sedang yang satunya hanya tertawa. “jadi, sudah berapa lama kau di rumah sakit ini?”
“sebelum kau menjadi pasien tetap, aku telah berada di sini..”
“hah?! Lumayan lama juga..” decaknya kaget. “kalau boleh tahu, kau pasien dalam kategori apa??”
“itu tak penting untuk di bahas..” jawabnya dingin.
“ahh,, maaf..” jawab gadis itu sembari menunduk.
“yaa~ yaa~ permintaan maaf di terima.” Sang pria menjawab datar
SINGG~
Lagi. Hening di antara mereka berdua. Yuta sekali lagi mengamati pria manis yang kini tengah terduduk tak jauh dari hadapannya. Bentuk rahang yang bagus. Alis tipis namun memancarkan wajah tegas. Hidung yang lebih mancung darinya. Kulit putih yang tampak lebih pucat dari uruha. Serta rambut yang lebih pendek dari yuu.
“sudah ku bilang kau pasti jatuh cinta pada ku” keluhnya datar. Yuta tersentak kaget dan tertawa.
“yah, itu tak akan terjadi..”
“oh~ benarkah?”
“baik.. baik.. itu tak penting untuk di bahas. Bagaimana kalau kau mencari topic pembicaraan?”
“tentang?”
“tentang apa ya? Aku juga tak tahu” yuta menggeleng di ikuti suara decak’kan darinya. “kau dari kamar berapa?”
“untuk apa kau bertanya begitu?”
“ya~ siapa tahu kamar mu dekat. Kan bisa dengan gampang aku berkunjung. Lagi pula semua orang itu selalu sibuk. Uru sibuk dengan lukisan-lukisannya. Mama dan papa juga. Ruki~ ahh, ia tidak boleh lelah.” Papar yuta panjang lebar.
“aku di kamar 444”
“eh?” yuta mengkerutkan dahi tanda bingung.
“ya kamar ku di situ.. namun sebaiknya kau tak usah mengunjungi ku.”
“kenapa? Kalau aku bosan?”
“cukup melihat kea rah jendela, aku pasti datang..”
“uwaaa~h.. kok kau menyeramkan sih? Bagaimana jika tengah malam aku melihat kea rah jendela?”
“ya, aku akan memandang mu dari bawah.”
Yuta terdiam dan mencerna seluruh perkataan pria misterius ini. ‘ahh- bagus, setelah uruha, lagi-lagi ada pria seram di dekat ku!’ keluhnya dalam hati
“kedengaran lho yuta..”
DHEGG
‘tuh kan?!’
Mereka berdua saling tertawa. Entah apa yang di tertawakan. Dari pertemuan pertama ini yuta sudah merasa nyaman ketika bersamanya. Perasaan nyaman yang begitu berbeda ketika bersama yuu. Perasaan nyaman yang hangat. Detak jantung milik gadis itu tak beraturan. Dan ia yakin pipinya kembali memanas ketika yuta mendengar lelucon konyol yang ia dengar.
Meskipun awal. Pria itu telah mengetahui seluk beluk keluarga yuta. Bahwa ia adalah anak dari istri pertama reita yang kini telah tersenyum di surga. Sedang hazu menjadi istri kedua papanya itu ketika yuta berumur 14 tahun. Dan mengapa yuta dari dulu hingga kini tak berhasil menggerakkan kakinya 1cm pun, hingga akhirnya kenyataan bahwa ia lumpuh permanen pun terdengar hingga ke kupingnya.
“lalu? Kau akan menyerah?” Tanya pria itu kepada yuta yang kini telah berada di sampingya
“tidak—lebih tepatnya tidak tahu”
“hmm~ kalau kau masih tetap mengikuti terapi dan berusaha meskipun wajah mu sangat frustasi, itu artinya kau masih berharap keajaiban terjadi”
“kau—kau seperti penguntitku..” ejek yuta “tapi aku sudah lumpuh permanen. Aku tak enak pada papa yang masih saja memohon pada yuu agar aku mendapatkan keajaiban seperti yang kau katakana itu..”
“bukankah itu bagus? Ketika kau merasa frustasi ada banyak orang yang masih mendukungmu.. menyayangi mu, agar kau dapat terus mengejar—yah mimpi mu?” yuta mengamati raut wajah pria di sampingnya yang berubah menjadi kesepian.
“bagaimana dengan mu?”
“apanya?”
“apa kau punya impian?”
“ehh???” yuta terkaget saat mendapati reaksinya yang terlalu berlebihan itu. “tentu aku punya impian”
“bagus~~”
“namun sayangnya mimpi itu telah lama ku buang” pria itu bangkit dari duiduknya dan berjalan kearah bunga matahari di antara beberapa ilalang liar. “itu hanya mimpi bodoh yang tak penting”
“hah?? Bicara apa kau?? Semua mimpi itu penting!!” teriak gadis yang tengah menjalankan kursi rodanya menghampiri pria itu.
“kalau kau dapat berkata seperti itu maka kejarlah mimpi mu. Aku tahu kau mempunyai mimpi.. meskipun sulit” yuta kembali terdiam. Ia tahu bahwa pria ini tidak sedang menyemangatinya. Namun, ia sedang menyemangati diri sendiri. “ahh~ jam berapa ini?! Aku harus kembali! Ayo yuta kau juga harus kembali, bisa gawat jika kedua dokter itu menuduhku menculik mu”
“ehmm..” tanpa bantahan atau sepatah kata, yuta mengangguk dan menunduk dalam diam
**
Reita’s POV
Aku berjalan kearah kamar yang berada di ujung lorong. Kamar terpencil namun cukup besar. Harum aroma obat khas milik putri ku dapat ku hirup dengan baik ketika ku buka pintu kamarnya. Seharusnya saat ini hazu telah mengantarkan sarapannya. Dan putri ku itu seperti biasa selalu menghadap kea rah jendela menunggu waktu terapinya.
“yuta~ waktunya tera— lho???”
Kalimat ku terhenti ketika mendapati sosoknya tengah tertidur lelap di ranjang serba putih itu. tak seperti biasanya?
“hey yuta~ ayo bangun..” dengan lembut ku guncang bahu kanannya agar ia terbangun. Aneh. Padahal ini sudah jam 12.. mengapa ia masih saja tertidur? Aku menoleh kearah kiri. Sarapannya pun sama sekali belum tersentuh.
“lho? Papa??”
“kenapa kau masih saja tidur? Lihat, hari sudah siang!” aku membantu yuta menyandarkan tubuhnya ke kepala tempat tidur. Wajahnya terlihat lebih lelah. “lalu mengapa kau tidur dengan jaket mu itu?”
“eh? Ini di kamar? Bukankah tadi aku masih berada di luar?”
“bicara apa kau? Saat aku datang kau masih tertidur dengan pulas..” aku mulai tak mengerti dengan apa yang anak ini katakana. Mungkinkah ia bermimpi?
“tidak tidak! Tadi aku pergi ke bukit bersama dengan— a- aku lupa bertanya siapa namanya” yuta menunduk dan aku pun semakin mengerutkan dahi.
“kau ke bukit? Dengan siapa?”
“aku lupa bertanya namanya. Tapi ia pasien rumah sakit ini.. ia berada di kamar nomor 444.”
“nomor 444?” aku tak mengerti apa yang ia katakan! Pa-pasien di kamar itu kan?
“iya, papa mengenal orang itu?” Tanyanya lagi. Wajahnya terlihat begitu penasaran. Aku menggeleng lemah. Mencoba untuk tidak menjawab pertanyaannya. “yah, aku kira papa kenal..”
“lalu yuta, apa benar kau pergi bersama dengannya?”
“iya tentu saja.. ia baik, namun aku tak ingat apa-apa lagi setelah ia mengajakku untuk kembali.”
“sebaiknya kau istirahat saja di kamar.. tak usah ikut jadwal terapi hari ini” aku beranjak dari sisinya dan mengambil nampan berisi sarapan yang sudah mendingin.
“eh tapi—”
Tanpa menghiraukan beberapa pertanyaannya aku segera pergi meninggalkannya untuk istirahat. Dengan langkah kecil ku langkahkan kaki ku menjauh dari kamarnya. No.444??
**
Yuta’s POV
BLAM..
Suara pintu tertutup bergema menampar tiap sisi dinding kamar yang tampak pucat. Aku masih tetap memandang ke arah pintu yang tertutup rapat.
“hhhfff”
Sesekali aku menghela nafas panjang. Benar-benar aneh. Bukankah aku sedang berada di perjalanan pulang menuju rumah sakit? Kenapa saat ku buka mata kamar ini yang ku lihat? Dan lagi. Reaksi papa aneh. Aku yakin papa tahu siapa orang yang aku maksud tadi. Benar-benar bodoh! aku lupa menanyakan namanya. Benar-benar pria yang misterius.. aku tersenyum simpul mengingatnya.
“ehh?”
Aku mengerutkan dahi ketika mendapati suatu benda berwarna kuning terang berada di sanping kanan ku. Jika aku tak meyibak selimut, aku pasti tak tahu bahwa benda itu berada disana.
“kenapa bisa ada disini?”
Bisik ku pelan sembari mengenggam setangkai bunga matahari yang ku yakin adalah bunga tadi pagi.
“aku yakin aku tak berhalusinasi..”
**
Author’s POV
Reita berjalan kearah tempat hazu sedang sibuk menyiapkan makanan milik semua pasien termasuk putrinya itu. hazu yang menyadari keberadaannya pun berbalik dan memandang bingung kea rah dokter berpenampilan aneh itu.
“ada apa?” hazu bertanya pelan kepada reita yang masih saja terdiam. Lalu, mata wanita itu tertuju pada benda yang reita bawa “bukankah itu milik yuta?”
“ya, ia tak menyentuhnya..” reita menjawab singkat lalu meletakkan nampan berwarna hijau lemon itu ke meja.
“bagaimana bisa?”
“entah.. ketika aku berniat untuk memanggilnya terapi, anak itu masih terlelap..”
“hah? Tak biasanya.. suster camui juga mengatakan saat ia mengantarkan makan, yuta juga masih tertidur.” Hazu menghentikan aktivitasnya dan mulai mencerna ada yang aneh. Reita menaikkan kedua bahunya.
“hazu, kau tahu pasien di kamar 444 kan?”
“i-iya.. ada apa??” wanita berpipi chubby itu sedikit bingung ketika suami-nya bertanya. Karena tak biasanya reita membicarakan hal tentang pasien di kamar itu lagi.
“bagaimana ia saat ini??” reita menatap hazu. Wanita itu menghela nafas panjang dan mengucapkan beberapa kalimat yang membuat wajah pria bernoseband itu kini berubah drastis. “be-begitu kah?”
“memangnya ada apa?” Tanya hazu penasaran dengan perubahan air muka reita.
“tidak.. aku tiba-tiba saja teringat anak itu”
**
TBC~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar