Title : sakura no ame 5
Author : yuta ‘uke’
Chap : 5/5
Beta : no one
Genre : romance, drama, hospital life, gaje
Disclaimer : I own this story
Pairing : with OFC
Warning : narcissism fic *again??*, OOC, unbetaed, misstype, GAJE
Listening to :
- The Farthest (Deluhi)
- Cassis (the GazettE)
- Endroll (Nega)
- Rain falls (Nega)
- Bird (Yuya)
- Naraku (the GazettE)
A/N : huaaaaaaaaaaa!! *gaje* ,, finally! This is the last chapter!!!! *dance* yatta!! XDDD and this is the longest chapter in sakura no ame’s series! XD . semoga pembaca tidak bosan ya~ <3 err~ maybe we should continue this story first, haha..
Douzo~
* *
“Akita.. wajah mu memerah” Seorang gadis berambut panjang sepunggung berwarna hitam legam menunjukkan raut wajah khawatirnya.
“tidak apa, hanya sedikit demam” jawab Akita pelan
“kalau begitu kau beristirahat saja..”
“ee? bukankah aku sudah janji padamu hari ini? Kita akan ke bukit seharian?” Akita tersenyum lembut.
“tapi kalau kau sakit lebih baik istirahat saja” gadis itu mengerutkan dahinya. Antara cemas namun hatinya tak dapat berbohong. Ia memang tetap ingin pergi juga
“aku tak dapat kau bohongi. Wajah mu mengatakan lain. Tenang saja, kita akan tetap pergi” jawab Akita dengan senyum tipis. “ahh— ayolah Yuta-chan, aku baik-baik saja kok” lagi-lagi Akita tersenyum agar tidak membuat gadis yang ia panggil dengan nama Yuta itu khawatir. Karena ia melihat gelagat aneh dari gadisnya sejak tadi.
“eeto, itu— bagaimana dengan Shiroyama?” Tanya Yuta dengan suara yang sangat pelan hampir tak dapat di dengar
“memang, ada apa dengannya?” Akita sedikit bingung karena tiba-tiba saja sang gadis menyebut nama pria yang memang tak ia sukai itu.
“anu, pa- papa sudah merencanakan agar hari ini adalah hari pertunangan ku dengannya” Yuta menundukkan kepala. Akita menoleh dengan cepat. “maaf aku menyembunyikan hal ini dari mu..” lanjut gadis itu lagi. Yuta menutup wajahnya
“apa?!?! kenapa kau bisa menyembunyikan hal sepenting itu dari ku??”
“ma-maaf Aki, aku tak ingin kau tahu bahwa aku sudah di jodohkan dengan Shiroyama..” Yuta menggenggam jemari besar milik Akita. Jemari yang biasanya selalu menenangkannya. “aku lebih memilih bersama mu dari pada bersama dengan Shiroyama..”
“tapi seharusnya kau tetap mengatakannya pada ku!”
“maaf..”
“jam berapa kau akan bertemu dengannya?”
“12 siang” jawab Yuta setengah berbisik. Akita menoleh ke arah jam tangan yang kini menunjukkan pukul 12 lebih 5 menit“
“sudah lewat 5 menit.. sebaiknya aku mengantar mu kesana” Akita bangkit namun terhenti oleh tarikkan di ujung bajunya.
“tidak mau” tolak Yuta. “aku tak ingin kembali, aku terpaksa kabur dari rumah. Jika aku kembali, papa pasti akan semakin menjadi!” papar Yuta panjang lebar. Akita memandang wajah kekasih yang telah lama ia sayangi selama 2 tahun itu. “aku hanya ingin dengan mu Aki”
“hhhh~” Akita menghela nafas panjang. Kalau begitu hari ini juga aku akan menggantikan Shiroyama melamar mu..” Pernyataan Akita tadi tentu saja membuat Yuta terkejut
“A—”
“dengan begitu Shiroyama maupun Suzuki-sama tak akan dapat memaksa mu untuk menikah dengan orang lain lagi karena kau akan menjadi milik ku” Akita memeluk Yuta erat. Yuta pun membalas pelukan Akita sembari mengangguk kecil.
“aku menyayangi mu Aki” Yuta berbisik
“aku juga..” Akita tersenyum lembut “kita pergi”
“tapi— kemana?”
“gereja.. ”
**
ZRAAAAAAASSSHH!
Bunyi gemuruh hujan memekakkan telinga. Langit yang menangis menjadi saksi bisu seluruh peristiwa pilu yang baru saja terjadi beberapa detik lalu. Suara histeris dari pengguna jalan teredam oleh tangisan langit yang semakin menjadi.
“panggil ambulans!”
Seseorang berseru dengan lantang dan penuh dengan nada cemas saat melihat sosok yang terbaring di jalan yang telah ramai itu. Pria itu menangis, kedua tangannya basah karena cairan hangat dari gadis di depannya. Gadis yang di cintainya. Gadis yang seharusnya saat ini menerima cincin yang akan menjadi pengikat janji setia darinya. Namun, nyatanya Tuhan berkehendak lain.
“tuan, kami harus segera mengantarkan korban ke rumah sakit”
“tolong, selamatkan nyawanya.. ia masih hidup”
Itulah kata terakhir yang terlontar dari bibir pucat sang pria. Tubuhnya menggigil hebat. Salah seorang petugas ambulans menanyakan sesuatu hingga akhirnya ia ikut masuk dalam mobil itu.
Bunyi sirine ambulans yang khas mulai ikut mengalahkan tangisan langit. Laju ambulans yang terbilang sangat terburu-buru menghantamkan tubuhnya yang lemas. Mata hitamnya memandang wajah sang gadis dengan penuh rasa takut, cemas, marah. Seketika perasaan itu melebur satu dalam dirinya. Bibirnya terkunci rapat. Sunyi menyelimuti segalanya. Namun, tak ada yang dapat mendengar jerit hatinya saat ini.
“cepat, nona ini korban kecelakaan di jalan Taion pada pukul 7 tadi!!”
Ia melihat sang gadis di larikan ke dalam ruang operasi tanpa perlu keterangan apapun. Memang itulah yang selayaknya di lakukan oleh pihak rumah sakit.
“maaf tuan, anda tak boleh masuk”
“tapi tunanggan saya di dalam.. saya harus ikut menemani!!!”
Ia membentak seorang perawat berkulit gelap bertubuh tinggi yang tengah menahannya.
“tapi anda tetap tidak boleh masuk. Lebih baik anda ikut saya, saya dapat membantu anda mengeringkan pakaian anda yang basah, kalau di biarkan anda bisa sakit”
Entah mengapa, kata-kata terakhir perawat itu pun dapat membiusnya agar tenang. Ia mengangguk dan mengikuti wanita itu.
*
“Shiroyama” panggil suara yang sangat ia kenal.
“Suzuki-san” Shiroyama menoleh ke arah pemilik suara itu. Suzuki. Papa dari gadis yang sedang terbaring di dalam ruang UGD dan yang tak lain dan tak bukan adalah seorang dokter ternama. Shiroyama baru menyadari bahwa ini adalah rumah sakit milik Suzuki saat perawat berwajah cantik tadi akhirnya menyadari bahwa ia adalah tuan Shiroyama yang sudah di kenal baik disini. Dan perawat yang Shiroyama tahu bernama Camui itu menyimpulkan, bahwa korban kecelakaan tadi memang Yuta. “ba-bagaimana kondisi Yuta?” Shiroyama segera menghambur ke arah Suzuki. Pria yang masih terlihat gagah itu pun mencoba memasang raut wajah setenang mungkin.
“dia baik-baik saja.. lukanya tak parah” jawab Suzuki lemah.
“syu-syukurlah..” lagi. Air mata milik Shiroyama mulai tumpah tak terkendali. Bahagia karena calon mempelai wanitanya itu baik-baik saja.
“tapi—”
“tapi apa??” seketika Shiroyama segera menatap Suzuki dengan tatapan cemasnya lagi.
“kedua kakinya tak dapat berfungsi lagi” kali ini giliran Suzuki yang menitikkan air mata. Shiroyama menatap Suzuki dengan tatapan tak percaya. Benarkah? Bukankah artinya Yuta akan—
“kau bohong pada ku kan Suzuki?”
“tentu tidak!!” Suzuki menyeka air mata yang tiba-tiba saja mengalir. “dan satu lagi— hei!! Shiroyama tunggu!!!!”
Tanpa aba-aba Shiroyama pergi meninggalkan Suzuki. Ia segera masuk ke kamar serba putih itu dan mendapati Yuta yang tengah terbaring lemah.
“aku disini Yuta..” Shiroyama menggenggam kedua tangan Yuta dengan perlahan. Seolah tangan itu akan hancur.
“ngghh~” Shiroyama terkaget saat mendapati Yuta mulai membuka matanya perlahan. Wajah yang berantakan, luka yang masih belum mengering, serta kaki— kaki yang sudah tak akan berfungsi lagi.
“Yuta, bagaimana keadaan mu?” Tanya Shiroyama dengan lembut. Gadis itu tak menjawab. Ia menatap Shiroyama dengan pandangan asing. Shiroyama sedikit bingung dengan tingkah Yuta.
“mungkin ia masih syok dengan kecelakaan tadi”
Shiroyama mencoba memakluminya.
Tok Tok
Suara pintu di ketuk membuyarkan seluruh lamunan Shiroyama. Suzuki masuk dan mendekati putrinya tanpa sepatah kata pun.
“papa..” panggil Yuta dengan begitu lemah.
“eh? Dia bersuara” batin Shiroyama
“jangan banyak gerak dulu,,” Suzuki mengelus rambut putrinya dengan lembut. Yuta mengangguk kecil “bagaimana kondisi mu?”
“sakit..” keluh Yuta.
“aku akan menemani mu disini Yuta,,” suara lembut Shiroyama segera membuat gadis itu mengalihkan pandangannya dari Suzuki ke arahnya. Dan saat ini Shiroyama mulai merasa ada sesuatu yang aneh dari Yuta. Lebih tepatnya dari cara Yuta memandang dirinya. Sebelum akhirnya Yuta membuka mulut dan mengucapkan 1 kalimat yang sanggup membuatnya begitu syok.
“kau siapa?”
*
“saya mohon maaf kepada Akita-san..” saat ini Shiroyama sedang membungkukkan badan dalam-dalam kepada seorang pria mungil di depannya. “seperti yang telah saya ceritakan, Yuta mengalami lumpuh permanen dan ia juga—”
“amnesia?” jawab pria lainnya.
“kakak, lembutlah sedikit.. mohon maaf Shiroyama-san” pria mungil itu membungkuk.
“tak apa Takanori-san, yang di ucapkan Takashima tadi benar. Gadis itu memang hilang ingatan. Suzuki mengatakan ia mendapat benturan yang cukup keras di bagian kepala saat kecelakaan seminggu yang lalu itu. Dan ternyata itu mempengaruhi sistem syaraf memori otaknya” jelas Shiroyama panjang lebar tanpa memperdulikan Takanori dan author yang sebenarnya mengerti atau tidak dengan teorinya itu. *XDDDDD*
“lalu? Maksud kedatangan mu?” Takashima kembali membuka mulutnya
“saya memohon maaf kembali, namun, bisakah kalian menutupi kenyataan yang sebenarnya pada Akita??” Shiroyama menghela nafas. Sebelum sempat Takashima menanggapi Shiroyama melanjutkan kalimatnya “kenyataan bahwa Yuta masih hidup”
Takanori dan Takashima pun terdiam. Sepertinya cukup kaget dengaan apa yang Shiroyama pinta. Permintaan aneh, namun bermaksud dalam.
“jadi kau meminta kami mengatakan bahwa Yuta telah mati?”
“kakak!!!!”
“diam lah Takanori!!! Bukankah memang pria ini meminta kita untuk berbohong seperti itu?!” Takashima membentak adiknya. Shiroyama melihat pandangan yang jarang ia lihat karena memang yang ia tahu bahwa Takashima adalah sosok kakak idaman setiap adik. Tampan dan baik hati. Namun, entah mengapa kini Shiroyama malah melihat ‘sisi lain’ seorang Takashima saat ini
“ya Shima. Aku meminta mu mengatakan hal itu pada Akita.”
“licik!”
“aku memohon pada mu Shima..”
“aku memang sudah tahu kalau kau ini adalah pria brengsek! Aku tak akan melakukannya! Aku tak akan membohongi adik ku yang kini sedang di landa depresi yang dalam.. kau tahu sudah berapa kali ia menanyakan tentang Yuta pada ku sejak ia sadar?!”
“oleh karena itu bilanglah padanya kalau Yuta sudah tak ada.. ia, gadis itu telah menjadi tunangan ku jauh sebelum Akita menjadi pilihannya”
“Takanori, masuk!!!” tiba-tiba saja Shima memerintahkan adiknya yang satu lagi untuk segera masuk ke dalam.
“tapi kak..”
“dengan segala hormat aku menyuruh mu untuk masuk!!” bentak Takashima lagi. Dan kali ini Takanori tidak membantah.
“kau memang kejam Shiroyama..”
“Shima—” Shiroyama menyentuh pipi pria cantik itu dengan pelan, namun segera di tampik kasar.
“jangan pernah menyentuh ku lagi.. setelah aku, ternyata kau akan membuat adik ku dan tunangan mu itu sengsara..”
“cukup!!! Aku kesini untuk memohon dengan halus pada mu, namun ternyata di sambut dengan tidak ramah.. baiklah Shima, aku hanya meminta agar kau dan Takanori mengatakan hal yang aku pinta. Sebaiknya aku segera pergi dari sini sebelum Akita melihat ku,, selamat tinggal”
Untuk terakhir kalinya Shiroyama mengatakan kata ‘selamat tinggal’ pada Takashima. Pria itu memandangi punggung Shiroyama dengan tatapan penuh benci. Punggung yang dulu pernah menjadi miliknya, yang sekarang telah menjelma menjadi seseorang yang serakah. Shiroyama pun melajukan kendaraannya menjauh. Pergi meninggalkan semuanya. Meninggalkan ia selamanya.
PRAAANG!!!
Jantung Takashima seolah berhenti ketika mendengar suara benda pecah dan erangan yang ia yakin berasal dari mulut Takanori. Dengan cepat ia segera masuk ke dalam. Menutup mulutnya. Tak percaya dengan apa yang terjadi. Beling-beling berserakan. Takashima bergidik ketika mendapati sesuatu berwarna merah yang ia yakini adalah darah.
“AKITA!!!!!!!!!!”
Takashima menghambur ke arah adiknya yang entah di rasuki apa sedang melukai leher Takanori dengan pecahan kaca yang tajam. Takanori tak dapat menjerit lagi ketika ia merasakan ada yang akan memutus urat nadinya.
“HENTIKAN AKITA!!!”
Takashima segera mencegah Akita sebelum ia akan kehilangan Takanori selama-lamanya.
“DIAMLAH KAKAK!!! AKU INGIN BERTEMU DENGANNYA!! AKU INGIN KELUAR MENCARINYA”
suara parau Akita menggema di ruangan yang berantakan itu. Beruntung Takanori masih sempat di selamatkan. Takashima melihat adiknya yang semakin pucat. Dan mengisyaratkan Takanori agar cepat-cepat menghubungi dokter. Ya. Sudah seminggu sejak kecelakaan yang Akita alami dengan Yuta, perilaku Akita menjadi tak terkendali. Sering mengamuk dan melukai diri sendiri dan orang lain yang berada di sampingnya. Takashima pun berinisiatif meminta pertolongan Yutaka. Dokter yang memang sering menangani hal seperti ini. Dan barulah kedua kakak Akita tahu bahwa kecelakan itu membuat syaraf kepala Akita menjadi terganggu. Meskipun tidak seperti Yuta yang hilang ingatan, namun tampaknya ini lebih parah. Akita hilang kendali. Awalnya Takashima tak percaya apa yang di katakan Yutaka karena teorinya yang memang tak masuk akal. (tenang aja Takashima, saya sebagai author juga tak percaya kok =w=). Namun, Yutaka akhirnya berhasil membuat Takashima mempercayainya. Meskipun Yutaka sendiri tahu ini sangat janggal. (yah. Tenang aja Yutaka, saya sebagai author juga tahu kok ini SANGAT janggal! =A=a)
Takanori yang mengeluarkan banyak darah tak dapat menelpon dokter. Dengan susah payah ia mengirim pesan singkat melalui hp yang selalu ada di sakunya. Entah kenapa kini Takanori tak dapat mengeluarkan suara. Menjerit kesakitan pun tidak. Atau sekedar mendesah pun ia tak kuasa melakukannya.
“Akita, dengarkan kakak! Yuta—ia—ia sudah mati karena kecelakaan itu”
PRAANG!!!!
Tepat setelah mendengar kakaknya mengatakan kebohongan itu, lagi-lagi Takanori mendengar dan melihat pecahan kaca yang berhambur ke sembarang tempat. Ia meringis tanpa suara saat merasakan tangan kanannya yang sudah selesai mengetik pesan tadi tertembus pecahan kaca yang mengahmbur tanpa arah.
“argggghh!!”
Kali ini Takanori melihat kakaknya ambruk. Ya. Takashima terjatuh tepat setelah ia mengerang kesakitan. Kedua tangannya menutup wajahnya. Dan dari sela-sela jemari yang menutupi mata kakaknya, Takanori dapat melihat darah menetes dengan perlahan mengotori tanganTakashima. Dan sejak saat itulah Takanori menyadari bahwa ia sudah tak dapat berbicara lagi. Dan kakaknya— kakaknya itu buta. (perlu saya jabarkan lagi ga kalau saya selaku author pun bingung? XDD)
Takashima masih mengerang kesakitan saat ia tahu bahwa pecahan kaca yang di hasilkan oleh Akita tadi ikut mengenai kedua matanya. Ia pun dapat merasakan saat cairan hangat mengalir melalui matanya. Bukan air mata. Namun darah. Dan dengan keadaan seperti inilah yang sudah sangat di takutkan dirinya. Ketika ia tak dapat melihat apapun untuk memastikan Akita baik-baik saja atau tidak. Ketika ia tak mendengar suara Takanori lagi.
“permisi tuan— KYAA!!”
Takanori, Takashima, maupun Akita dapat mendengar suara seorang perawat yang selalu menemani dokter Yutaka
“Astaga!!” dan kedua kakak Akita dapat menghela nafas dengan tenang ketika mengetahui bahwa dokter Yutaka telah datang.
“dokter—” sebelum sempat Takashima melanjutkan kata-katanya. Rasa sakit kembali menyerang hingga ia tak sadarkan diri.
*
“kau sudah sadar?” Takashima membuka mata. Namun yang ia lihat hanya pandangan gelap saja.
“sa-saya tak dapat melihat apapun..” ucapnya lirih. Dokter Yutaka menghela nafas. Dan mulai menceritakan semua. Takashima yang mulai saat ini harus rela dengan kondisi dirinya yang buta. Dan Takanori yang saat ini juga tak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Tak ada yang perlu di khawatirkan mengenai luka sayatan yang Akita berikan pada leher Takanori, namun. Takanorilah yang membuat dirinya bisu. Ia seperti mendapat tekanan batin hebat dan akhirnya kehilangan sepatah kata pun.
“untuk kondisi akhir, saya mohon maaf. Tapi, Akita sampai saat ini tak sadarkan diri. Seperti orang koma namun sangat mendadak. Saya sudah memastikan bahwa ini tak ada hubungannya dengan gangguan syaraf yang membuatnya hilang kendali seperti itu. Dan sampai detik ini penyebab Akita tak sadarkan diri masih menjadi ‘tanda tanya’ besar bagi saya.”
**
Yuu’s POV
DHEG!!
Aku membuka mata.
NYUUT
Rasa sakit di bagian kepala ku sungguh parah. Ku pegangi kepala ku dan berusaha mencerna semua yang tadi aku lihat. Seperti drama. Aku rasakan peluh mulai membanjiri dahi ku. Apa maksudnya semua itu? Pria bernama Shiroyama itu sangat mirip dengan ku. Terlebih Takashima dan Takanori itu seperti Uruha dan Ruki. Akita seperti Taka dan Suzuki, ia sangat mirip sekali seperti Reita. Terlebih Suzuki yang ia lihat tadi adalah papa dari gadis yang kebetulan saja namanya memang Yuta.
Aku mulai mengatur nafas ku. Aku tak mengerti tapi itu seperti ingatan masa lalu atau apalah itu yang membuat ku merasa ini memang pernah terjadi sebelumnya. Aku membuka mata ku lebih lebar lagi. Ini bukan di ruang praktek maupun koridor depan kamar Taka. Seperti rumah sakit tua dimana para orang-orang di dalamnya sangat asing. Dan lagi suasana nya sangat tua. Dimana peralatan yang di gunakan para dokter masih sangat sederhana.
Aku mulai melangkahkan kaki mencari Yuta. Yang ku tahu gadis itu juga tak sadarkan diri sebelum aku juga sepertinya
“Yutaaaa!!”
Tanpa memperdulikan sekeliling ku aku memanggil namanya.
“Yutaaaa!!”
Lagi dan lagi aku memanggilnya. Hei, suara ku ini cukup lantang. Tapi sungguh aneh. Tak ada yang protes. Melirik kea rah ku saja tidak. Aku menoleh ke kiri dan kanan ku.
“banyak manusia kok” aku bergumam sendiri. Mencoba memastikan, aku mendekati seorang gadis kecil yang tengah memeluk boneka beruangnya di hadapan ku. Aku mensejajarkan tubuh ku dengan sang gadis. “apa?!” aku tersigap saat ia melewati ku dengan mudah. Lebih tepatnya menembus ku. Aku kembali berteriak dengan suara lantang. Dan akhirnya ku sadari ada yang ganjal. Tak ada yang menyadari keberadaan ku bahkan aku terbilang lebih mirip hantu disini. Apa-apa’an ini?
“dokter, bagaimana keadaan pasien di kamar no.444?” langkah ku terhenti ketika seorang suster menanyakan hal itu kepada seorang dokter yang terbilang cukup muda di samping ku.
“masih tak ada kemajuan.. aku sendiri tak mengerti apa penyebab ia koma..”
“bagaimana dengan keadaan Takanori dan Takashima?”
“kondisi mereka melemah..”
“be-begitu—”
“sepertinya kecelakaan yang terjadi menyebabkan gangguan mental pada Akita. Terlebih Takashima mengatakan kalau Yuta telah meninggal saat kecelakaan itu. Padahal aku tahu bahwa Shiroyamalah yang merencanakan semua ini..”
Aku mulai berjalan mundur. Menjauhi kedua orang yang tengahmembicarakan orang-orang yang tadi berada dalam mimpi ku itu. Entah apa yang merasuki ku, ku langkahkan kaki ku pergi mencari kamar no.444. Ternyata tak sulit. Aku kini telah berada di depan sebuah kamar. Lagi-lagi kepala ku sakit. Kamar ini. Pintu ini. Seperti rumah sakit no.666 pada jaman tua. Akhirnya ku beranikan diri membuka knop pintu.
“uhuk uhuk!!”
Aku terbatuk ketika menghirup udara dalam kamar tersebut. Pengap dan tercium sekali bau obat-obatan. Kamar yang gelap. Seperti tak ada penghuni sama sekali. Namun, yang menarik perhatian ku adalah seorang pria yang sedang terbaring lemah. Aku terkaget saat aku dapat melihat wajahnya dengan jelas. Wajah itu. Taka!
KRIEK
Aku di kejutkan oleh suara pintu yang terbuka. Mata ku menangkap salah seorang pria yang mirip dengan Uruha disana. Ia berjalan masuk tanpa sedikit pun menyadari keberadaan ku.
“Aki.. apa kabar mu?” tanyanya lembut “sudah hampir satu bulan kau tak bangun.. kakak dan Takanori sangat mencemaskan mu.. kapan kau akan membuka mata mu?” aku memperhatikan wajah pria itu, tatapan matanya kosong. I-ia buta.
“kau mendengar kakak mu? Kakak minta maaf sudah mengurung mu begini. Kakak memang tak pantas menjadi kakak mu..” tubuhnya mulai bergetar kecil. Aku tahu sangat bagaimana keadaannya. Shima ku yang biasanya tegar. Shima ku yang selalu tersenyum. Eh—? Tunggu. Apa yang baru ku katakan tadi??
“Akita Takashi, kakak janji, kau pasti akan menemukannya nanti. Kau pasti akan mendapatkan senyumannya lagi. Meskipun tak bisa saat ini, tapi kakak berdoa. Kelak. Jika Tuhan berkehendak kita hidup kembali, kau akan menemukan Yuta mu..”
NYUT!!
Lagi-lagi. Kepala ku sakit lagi. Aku merasakan seberkas cahaya menerpa wajah ku. Perlahan sosok yang berada di depan ku mulai mengabur. Dan sepertinya kini aku telah tahu siapa mereka-mereka itu.
**
Author’s POV
Sekali lagi Yuu membuka matanya. Melihat sekeliling dan menarik nafas berulang kali. Peluh semakin membanjiri tubuhnya. Dengan nafas tersengal-sengal Yuu mulai berjalan ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri di atas kursi rodanya.
“Yuta! Yuta!”
Pria berpenampilan urakan itu mengguncang bahu Yuta. Namun gadis di depan matanya masih tak sadarkan diri.
“Yuta! Bangun!”
Pinta Yuu sekali lagi. Dan itu berhasil. Yuta membuka matanya. Namun, tak seperti biasanya. Yuu melihat air mata Yuta mengalir seiring dengan gadis itu membuka matanya. Gadis itu terisak hebat. Berulang kali ia mengucapkan kalimat yang sama.
“maafkan aku Akita.. maafkan aku.. aku melupakan mu.. Akita.. Akita..”
Yuu membisu melihat gadis di depannya seperti ini. Dan akhirnya terbongkarlah semua. Semua kenangan masa lalu yang tak ia kehendaki selama ini. Atau mungkin kasusnya saat ini adalah Reinkarnasi.
“Yuta..”
“kau jahat Yuu!!!” Yuta tiba-tiba saja memukul Yuu tanpa ampun. Yuu tidak melawan saat dirinya di pukuli. Gadis itu masih saja menangis tak berhenti. “kenapa kau melakukan hal itu??!! Berusaha memisahkan aku dan Taka dengan memanfaatkan kondisi ku ini!! Kau kejam!! Kau tak lihat hasilnya?! Uruha!! Juga Ruki!!! Aku membenci mu Yuu!!!!” Yuta semakin menjadi saat menjelaskan semua. Ya. Itu bukan mimpi. Namun memori masa lalu yang terkubur selama bertahun-tahun.
“Taka!! Aku harus segera bertemu Taka!! TAKA!!” Yuta menggerakkan kursi rodanya dengan tak sabar. Membuka knop pintu dan menghambur masuk ke dalam tanpa permisi.
“ternyata saat ini tiba juga..” Yuu terkaget dan menoleh ke arah belakang.
“Sh-shima..” ucap Yuu lirih.
“tak perlu memanggil ku begitu Aoi, panggil saja aku Uruha seperti biasa. Aku tak berharap nama itu akan kembali terlontar dari bibir mu.. Gadis mu juga masih memanggil kami dengan nama saat ini.” Uruha menjawab dengan dingin. Yuu tertegun. Memang benar. Ternyata ini permainan. Ketika akhirnya ia tahu tentang kehidupan masa lalunya sebelum dirinya kini dikenal sebagai Yuu maupun Aoi. “kau memang sungguh bodoh. Masih saja tak sadar.”
“Shi—”
“Uruha!!”
“U—uruha, aku.. aku minta maaf” Yuu menunduk. Membiarkan rambutnya yang panjang menutupi sebagian wajahnya.
“cih! Untuk apa kau meminta maaf sekarang?!” jawab Uruha ketus
“aku—aku tak menyangka akan menjadi—” kata-kata Yuu terhenti ketika ia merasakan sepasang tangan mungil milik Ruki telah menyentuh pipinya. Yuu menoleh ke arah Ruki yang sedang tersenyum. Ruki menggeleng. Meskipun Yuu tak sehandal Yuta dalam mengartikan kata-kata Ruki. Tapi entah mengapa hari ini ia tahu bahwa Ruki mengatakan ‘tak apa-apa’. Dan ‘semua ini bukan murni salah mu’. “Ta—”
“RUKI!!” potong Uruha cepat
“kau memang yang terbaik Ruki” balas Yuu sembari memeluk adik dari Uruha tersebut.
“cih!! Lebih baik kau masuk saja sana!” Uruha lagi-lagi bersuara. Yuu melepaskan pelukannya dan menatap Ruki yang sedang mengangguk mengisyaratkan dirinya agar pergi. Dan tanpa aba-aba Yuu segera masuk menyusul Yuta. “ahh Aoi! Satu lagi, jangan pernah memberitahukan yang sebenarnya pada Reita! Ia belum tahu hal ini” teriak Uruha sebelum Yuu benar-benar masuk ke dalam.
“Aki— Akita— Taka” suara lirih Yuta masih saja memanggil nama pria yang seharusnya sudah ia ingat dari dulu. Jika Yuu mengatakan hal yang sejujurnya.
“Yuta..”
“jangan mendekat!” Yuta membentak Yuu tanpa memandang wajahnya sedikit pun.
“Yuta aku—”
“Yuu, sudahlah.. aku sedang tak ingin berdebat dengan mu..” Yuta mengehela nafas. “aku tak akan menyalahkan mu lagi.. ini bukan sepenuhnya salah mu. Ini salah ku, kenapa selama ini aku tak dapat mengingatnya?” Yuta terkekeh kecil. Yuu tahu kalau gadis itu masih menangis.
Yuu menghambur memeluk tubuh Yuta dari belakang.
“Yuu— aku yakin Taka akan membuka matanya saat ini” Yuta mengenggam tangan Taka yang mulai mendingin. “ahh— tangannya dingin sekali”
“ketika ia membuka matanya, kau akan meninggalkan ku?” Tanya Yuu lirih. Ia masih memeluk Yuta dari belakang.
“……”
“jawab aku Yuta..”
“entahlah~~” Yuta membuka mulutnya. “Yuu, maukah kau meninggalkan ku sendiri? Berdua dengan Taka..”
“tap—”
“aku mohon dengan sangat kepada mu..”
SINGG
Yuu terdiam setelah mendengar permintaan Yuta tadi. Ia melepaskan pelukannya dan mulai berjalan menjauh.
“aku mengerti, maaf” itulah yang ia ucapkan sebelum akhirnya menutup pintu kamar dan berlalu. Sebelum sempat ia memberitahukan penyebab Taka menghilang karena kondisinya saat ini kritis. Yuu hanya dapat bersandar ke dinding dingin yang menyaksikan dirinya menjadi kacau seperti ini.
*
Yuta’s POV
Aku masih tetap tak bergeming menatap wajah pria yang ada di hadapan ku. Pria yang sudah bertahun-tahun. Ahh— apa beratus-ratus tahun ku lupakan ya? Bodohnya aku. Bisa-bisanya aku melupakannya.
“hhhh—” aku menghela nafas panjang. Jujur, sampai saat ini aku tak dapat mengingat bagaimana kecelakaan itu terjadi. Dan bagaimana bisa semua ini terjadi. Aku menyentuh dahi ku yang terasa pening. Shiroyama, Takashima, Takanori, Akita.. sial! Aku tak menyangka bahwa Uruha dan Ruki adalah Takashima dan Takanori. Bagaimana mereka bisa mengetahui tentang masa lalu itu lebih awal?! Ternyata memang benar kalau mereka menyembunyikan sesuatu sejak awal. Terlebih mereka membohongi ku bahwa mereka bertiga adalah sahabat lama. Cih!
Aneh! Ini sungguh aneh! Aku tak percaya bahwa reinkarnasi itu memang benar-benar ada.
“Yu-Yuta—” belum sempat aku kembali mengeluh dalam hati. Suara seorang pria yang sangat ku rindukan mulai memecah kesunyian di ruangan ini.
“Aki!!” aku mencoba memeluknya. Namun nihil. Aku bahkan tak kuasa berdiri. Maka kuputuskan untuk menggenggam tangannya.
“syukurlah kau telah mengingat semua..” ucapnya lirih
“ya Aki, aku ingat semua. Aku ingat!” tanpa kusadari air mata ku kembali mengalir. Dada ku sakit tiap kali mengingat drama yang baru saja terulang kembali itu.
“bagus,,” ia tersenyum simpul. Senyuman yang kini sangat ku rindukan. “namun, tetap lah memanggil ku ‘Taka’ seperti biasanya ya” Taka terkekeh sangat pelan. Nafasnya yang berat mengusik telinga ku. Hembusan itu terdengar kesakitan.
“aku merindukan mu Taka..” lagi. Aku mempererat genggaman ku.
“aku lebih merindukan mu..” ejeknya. Aku memajukan bibir ku. Ia tertawa lagi. “ternyata Tuhan masih mengijinkan ku menemui mu..” aku bungkam. Tak sanggup menjawab kalimat-kalimatnya. “namun aku hanya berdoa padaNya agar aku dapat bertemu dengan mu lagi. Bukan untuk tetap selamanya bersama-mu..”
“eh?!” pernyataan Taka tadi membuat ku terkejut “maksud mu?”
“Hei, aku ingin ke bukit..” Taka mengalihkan pembicaraan
“APA!?” aku cukup syok mendengar kata-katanya tadi. “apa-apa’an sih?! Kau kan baru saja bangun!” aku menggeleng.
“ayolah Yuta..” ia tersenyum pada ku. Aku masih saja menggeleng. “Yu-ta—” Taka memasang wajah memelas. Membuat ku tak sanggup berkata apa-apa lagi. Dan akhirnya aku pun menyerah
**
Author’s POV
Taka membantu Yuta duduk bersandar di pohon yang memang setiap musimnya selalu berada disana, Ia terlihat asyik dengan pemandangan di depannya dan sesekali menghirup udara bukit yang sejuk. Meskipun terik matahari saat ini sangat tak bersahabat. Yuta terkekeh kecil melihatnya. Tanpa Taka sadari, diam-diam gadis itu memperhatikannya. Wajah pucat yang menyedihkan, tubuh yang semakin kurus sejak pertemuan mereka yang pertama, dimana Yuta belum mengenali Taka sebagai ‘Akita’.
“boleh aku bersandar di bahu mu?” ucapan Taka tadi tentu saja membuat gadis itu kaget. Mendadak wajah Yuta merona.
“te-tentu” jawabnya setengah terbata.
Tanpa aba-aba Taka segera menyandarkan kepalanya di bahu Yuta. Gadis itu dapat mengirup aroma tubuh Taka. Aroma obat-obatan yang sungguh menusuk hidung. Tampa sadar Yuta mengecup pelan kepala pria itu.
“maaf, bau ku mengganggu mu?” Yuta cukup kaget mendengar kalimat itu. lagi-lagi ia lupa bahwa Taka itu menyeramkan.
“ti-tidak..” jawab gadis itu pelan
“hei, akhirnya aku dapat menepati janji ku juga..”
“maksud mu?”
“mengajak mu ke bukit.”
“kau selalu mengajak ku ke bukit” Yuta mencibir.
“tapi itu kan beda.. kau hanya mengenal ku sebagai ‘Taka’ bukan?” kalimat Taka tadi membuat Yuta bungkam.
“Yu, kau tahu?”
“apa?”
“waktu ku tak banyak” bibir pucat itu kembali memaksakan sang pria untuk tersenyum. “sepertinya ini akhir dari penantian atas doa ku..”
“Taka, Jangan main-main!!”
“tapi aku puas. Akhirnya kau mengingat ku dan aku dapat menepati janji ku.. ughh—” Taka memejamkan matanya seperti menahan rasa sakit yang luar biasa.
“Taka!! Sudah cukup jangan bicara lagi!!” Yuta mengangkat wajahnya dari bahunya. Semakin Pu-pucat.
“yah meskipun aku tak jadi melamar mu.. maaf” Taka menundukkan kepalanya. Ia tak ingin Yuta melihat dirinya yang semakin melemah ini
“cukup! Aku tak ingin mendengar kau berbicara lagi!!” Yuta meninggikan nada suaranya.
“maaf…”
“tak perlu meminta maaf, kau tak salah. ” Yuta memeluk Taka erat. Pria itu menyadari bahwa Yuta sedang menangis. Taka mengehela nafas.
“Yuta, sebelum waktu ku habis, aku— aku ingin meminta sesuatu” Yuta menggeleng pelan.
“Apa-apa’an ini? Aku baru saja bertemu dengannya, mengingatnya. Tuhan” Yuta berbisik dalam hati. Memohon agar semua ini hanya mimpi
“maaf. Tapi ini bukan mimpi” Taka menjawab. “nah, Yu, tolong jangan lupakan aku, ya..” Taka mengelus pelan rambut panjang milik gadis yang masih saja menangis itu.
“kau apa-apa’an sih?!” gerutunya.
“aku mohon.. jangan lupakan aku lagi..” Tak menggubris omelan Yuta tadi, Taka semakin menjadi
“aku tak akan melupakan mu Taka! Tak akan.. kau pun tak akan meninggalkan ku!! Berhentilah berbicara yang aneh-aneh!!” Yuta melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Taka yang semakin kehilangan cahayanya.
“maaf Yu, tidak bisa.. Uggghh!!” lagi. Taka mengerang kesakitan. “ba—baik-baiklah dengan Aoi”
“Taka—” tangisan Yuta menjadi tak terkendali. Taka tersenyum simpul. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Yuta. Gadis itu dapat merasakan hembusan nafas Taka melemah seiring dengan mendekatnya wajah mereka. Yuta melihat Taka menutup matanya. Ia pun melakukan hal yang sama. Dadanya berdegup kencang. Dingin. Itulah yang Yuta rasakan ketika bibirnya menyentuh bibir Taka. Ciuman yang sungguh dingin dan basah karena air mata sang gadis.
Yuta melingkarkan tangannya di leher Taka. Berusaha memperdalam ciuman mereka meskipun Yuta tahu hasilnya nihil. Karena kini ia tak dapat lagi merasakan hembusan nafas Taka dalam ciuman mereka.
= = =
meskipun kau tak akan pernah bertemu dengan ku lagi
Meskipun kau tak akan pernah melihat ku lagi
Aku akan tetap mencintai mu seperti yang aku lakukan sekarang
Dan ketika embun pagi membasahi dedaunan hijau
Saat itulah ia akan mengelus pipi ku juga
**
OWARI
A/N : mbuahahahaha!!! *plaaak!!!* aaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!! Ending yang amat sangat HANCUR LEBUR BERANTAKAN!! XDDD
Perlukah saya jelaskan bahwa saya selaku autho— *d bekep duluan* Gomen- gomen!! Saya juga bingung lho! Kikikiki~ XDDDDDDD
Oh ya~ Sengaja saya gantung karena sayanya sendiri memang bingung mau seperti apa.. haha
Gomen (lagi) yah aneh. Akhirnya saya bisa menamatkan fic juga! *author dodol*
Setelah sekian banyak fic saya yang mati kayak Taka *bletakh* , akhirnya yang ini beneran tamat! *nangis terharu*
Yah~ entah ini akan menjadi fic terakhir saya(?) atau tidak. Tapi, terima kasih sebanyak-banyaknya untuk yang membaca fic ini!! Hohohohoho.. XDD
*bows*
As usual, COMMENTS ARE LOVE~ <3 <3 <3
:P
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar